Subscribe:
Selamat Datang di Ikatan Alumni Diniyyah Pasia

Jumat, 10 Februari 2012

Sejarah Singkat



LATAR BELAKANG SEJARAH

1.               Cikal Bakal Dunia Pendidikan di Ranah Minangkabau

Minangkabau tempo dulu terkenal sebagai “gudangya intelektual” ketika masa Haji Agus Salim, Sutan Syahrir Tan Malaka, Muhammad Yamin, Khairul Saleh, tokoh pendidik Moh. Syafe’i, dan lain-lain merupakan suatu kenyataan bahwa Minangkabau sejak dulu memiliki kader leadership yang berdedikasi tinggi yang pernah dilahirkan oleh ruang-ruang pendidikan di Sumatera Barat.
Pembukaan pintu ke dunia intelektual di Sumatera Barat yang terkenal dengan nama Minangkabau sejak dahulu itu telah ditandai semenjak lebih dari dua abad yang lampau, di mana pada tahun 1856 oleh pemerintah Hindia Belanda waktu itu yang untuk pertama kalinya mendirikan sebuah sekolah di Bukittinggi, khusus diperuntukkan bagi anak-anak Bumi Putera yang berlokasi di Muka Tangsi Birugo, terkenal dengan nama Kweek School.
Kweek School  hanya menerima para anak didiknya dari kalangan anak Demang, Laras dan anak-anak bangsawan yang sudah teruji kesetiaannya kepada Wilhelmina (penguasa Hindia Belanda waktu itu). Oleh bangsa awak waktu itu dinamailah sekolah Kweek School dengan sebutan Sekolah Raja.
Tahun pertama Sekolah Raja (Sikolah Rajo) di Bukittinggi itu telah mencatat muridnya sebanyak 10 orang. Sepuluh tahun kemudian, yakni tahun 1866, Kweek School Bukuittinggi sudah meluluskan anak didiknya sebanyak 49 orang.
Tamatan Sekolah Raja tersebut sebagian besar ditampung bekerja pada kantor-kantor pemerintah Hindia Belanda untuk melancarkan administrasi, 12 orang diantaranya menyumbangkan ilmu pengetahuannya di bidang pendidikan sebagai guru.
Tamatan Kweek School yang berjumlah dua belas orang itulah yang menjadi pionir pertama merintis pengembangan pendidikan secara modern di Sumatera Barat, dan dengan jasa merekalah itu pulalah, Belanda menempatkan lulusan Kweek School Bukittinggi pada sekolah-sekolah rendah yang dinamai dengan Gubernement. Sekolah Gubernement kebanyakan anak didiknya terdiri dari orang-orang pribumi, bangsa Melayu, sehingga oleh orang awak di waktu itu sekolah Gubernement populer dengan sebutan Sekolah Melayu.
Dapat dicatat bahwa sampai pada permulaan abad ke-20, semua sekolah-sekolah yang didirikan oleh Belanda, muridnya terbatas untuk anak bangsawan atau anak saudagar yang membayar blasting yang besar, namun harus diakui sekolah-sekolah tersebut merupakan cikal bakal terbukanya pintu pengetahuan pertama kepada masyarakat Minangkabau.


Pendidikan Islam dan Madrasah
         
       Leadership orang Minagkabau tempo dulu tidaklah semata-mata dibentuk oleh sekolah-sekolah yang didirikan oleh Belanda saja, tetapi perkembangan leadership di Sumatera Barat sudah dimulai semenjak muballigh-muballigh Islam dari Timur Tengah menginjakkan kakinya di Minangkabau pada awal abad ke-16. Sehingga pada tahun-tahun selanjutnya banyaklah putra-putra Minangkabau yang semula pendidikannya hanya terbatas di surau-surau, kemudian dapat melanjutkan pendidikannya ke Mekkah.
         Tercatatlah pada akhir abad ke-19, seorang putra Minangkabau yang berasal dari Ampek Angkek Kabupaten Agam menjadi mufti dalam madzhab Syafi’i di Mekkah serta memberikan pelajaran di Masjidil Haram, beliau adalah Syekh Ahmad Khatib.
         Kepada Syekh Ahmad Khatib di Mekkah itulah putra-putra Minangkabau yang telah digembleng di surau-surau berguru dan memperdalam keilmuannya di sana. Sekembalinya anak-anak surau ke kampung halamannya di Minangkabau, mereka langsung menjadi pionir perkembangann dan pembangunan intelektual di lapangan dunia Islam.
            Ulama dan murid-murid Syekh Ahmad Khatib itulah yang kemudian terkenal sebagai ulama dan muballigh-muballigh kharismatik dan luas pengetahuan agamanya, sebutlah diantaranya Haji Abdul Latief Syakur dari Ampek Angkek, Syekh Sulaiman Ar Rasuli dari Candung, Syekh Abdul Karim Amarullah dari Maninjau, Haji Abdullah Ahmad dari Padang, A. Abdul Latif dari Balingka, Syekh Abbas Abduh dari Padang Japang, Syekh Moh. Jamil Jao dari Padang Panjang, Syekh Moh. Thaib Umar dari Sungayang Batu Sangkar, dan Syekh Ibrahim Musa dari Parabek.
            Syekh dan muballigh-muballigh tersebutlah yang meletakkan sendi-sendi bagi pembaharuan, perubahan dan perkembangan terhadap sekolah-sekolah dan madrasah di Sumatera Barat waktu itu, terdapat juga diantara para ulama dan muballigh yang sekaligus merupakan peletak dasar-dasar intelektualitas di kalangan pemimpin-pemimpin Islam.
            Para ulama-ulama tersebut terjun dan turun tangan membuka sekolah-sekolah dan madrasah Islam yang modern dengan memadukan metode pelajaran agama dengan ilmu pengetahuan umum. Sistem belajat anak didik tidak lagi mempergunakan “metode surau” yang murid-muridnya duduk bersimpuh di ruangan surau pada pojok yang sempit jauh dari penerangan.
            Metode surau telah berlalu, sesuai dengan tuntutan zaman, sinar kebangkitan Islam mulai bergeliat, para ulama dan pendidik mempergunakan metode pembaharuan dengan memakai bangku-bangku tempat belajar. Di sekolah dan madrasah telah memanfatkan peralatan-peralatan sebagaimana dipakai oleh sekolah-sekolah yang dibina oleh Pemerintah Hindia Belanda.
            Puncaknya, pada tahun 1908 di Padang didirikan sebuah sekolah oleh Haji Abdullah Ahmad yang diberi nama “Adabiyah School”, di Batu Sangkar berdiri pula “Madrasah School” yang diprakarsai pembangunannya oleh Syekh Thaib Umar pada tahun 1909. Kemudian pada tahun 1915 di Padang Panjang berdirilah Diniyyah School yang didirikan oleh Zainuddin Labai, sedangkan Haji Abdul Karim Amarullah mendirikan pula Sumatera Thawalib di Padang Panjang, kemudian diikuti pula Syekh Ibrahim Musa Parabek pada tahun 1921 di Parabek.
           

2.               Pendidikan Agama Islam di Ampek Angkek  
Awal abad ke-19 di Ampek Angkek hadirlah seorang ulama yang sangat besar peranan dan pengaruhnya, seorang ulama yang ternama dan sangat disegani, dikenal dengan nama Tuanku Nan Tuo.
Kebesaran serta keberanian Tuanku Nan Tuo itu mendapat perhatian khusus dari Harimau Nan Salapan. Tuanku Nan Tuo diminta bersedia untuk memimpin Gerakan Harimau Nan Salapan di Minangkabau dan dijadikan sebagai imam untuk meratakan pengaruh Islam di ranah Minangkabau.
Ajakan dan niat untuk memimpin Gerakan Harimau Nan Salapan itu, tidak direspon oleh Tuanku Nan Tuo, beliau tidak sepakat dengan cara-cara yang mengedepankan kekerasan dan revolusi yang dipakai oleh Harimau Nan Salapan. Menurut Tuanku Nan Tuo, apabila sudah ada seseorang yang beriman di dalam suatu negeri dan kampung, maka tidak boleh negeri dan kampung tersebut diserang dengan kekerasan, oleh karena kekerasan hanya akan mengakibatkan kebinasaan dan kehancuran serta permusuhan.
Pendekatan yang dipakai oleh Tuanku Nan Tuo tersebut, telah membawa angin perubahan alam pikiran anak Minangkabau di waktu itu. Semangat pembaharuan tetap hidup dan terus berkembang melaju pesat mengikuti jalannya sejarah. Cara-cara yang dikembangkan oleh Tuanku Nan Tuo adalah cara yang lebih sesuai dengan alam kepribadian orang Minangkabau yang telah mengakar dan tumbuh menjadi tradisi, yakni cara musyawarah dan mufakat. Dari sinilah terjalinnya suatu kompromi yang harmonis dan bersinergi dari pada adat dan agama, bahkan sampai sekarang di Minangkabau masyarakatnya adalah orang yang taat memegang agamanya dengan falsafah hidup adat basandi syara’, syara’’ basandi kitabullah.

3.               Keturunan Tuanku Nan Tuo
                                 
Tuanku Nan Tuo mempunyai putera sekaligus muridnya sendiri yaitu Jalaluddin Faqih Sagir. Jalaluddin Faqih Sagir mempunyai anak yang kemudian dikenal yang bernama Muhammad Salim dengan gelar Faqih Muhammad atau lebih popoler dengan sebutan Syekh Muhammad Cangking.
Dari Syekh Muhammad Cangking inilah lahirnya Syekh Thaher Jalaluddin, sedangkan hubungan Syekh Thaher Jalaluddin dengan Syekh Ahmad Khatib adalah saudara sepupu turunan ibu (dunsanak ibu). Dari segi kekeluargaan Syekh Thaher Jalaluddin dengan Syekh Ahmad Khatib adalah satu kaum, satu penghulu yaitu Datuk Bagindo Laras Ampek Angkek.
         
4.               Lahirnya Madrasah Diniyyah di Pasia Ampek Angkek
         
Dari sekian banyak berdirinya perguruan dan madrasah-madrasah di Sumatera Barat, dalam arus riak dan gelombang yang menuju perkembangan pendidikan, dapat dicatat pula di dalam perbendaharaan pertumbuhan dunia pendidikan madrasah, ialah berdirinya Madrasah Diniyyah di Pasia pada tanggal 11 Oktober 1928.
Sebagai pembangun dan sponsor berdirinya Madrasah Diniyyah ini adalah salah seorang anak didik dan asuhan dari Syekh Muhammad Cangking, yaitu Haji Muhammad Isa, yang dibantu oleh kawan-kawan beliau yang lain dan selalu aktif untuk mewujudkan cita-cita luhur nan mulia, yaitu pendidikan dalan upaya mencerdasakan kehidupan anak bangsa sebagai salah satu perjuangan untuk melepaskan diri dari cengkeraman kolonialisme saat itu.

Nagari Pasia
Nagari Pasia terletak di bahagian Timur daratan tinggi Agam, yang jaraknya dengan kota Bukittinggi ± 3 KM menurut jarak lurus. Nagari Pasia terletak di dalam wilayah Kecamatan Ampek Angkek, pada posisi ± 0 3’ Lintang Selatan (LS) dan ± 100 27’ Bujur Timur (BT). Luas Nagari Pasia ± 0,90 KM persegi atau ± 90 ha.
Menurut legenda yang turun temurun, asal usul nama Pasia diberikan oleh pelancong pertama yang datang melihat daerah ini, banyak tumpukan pasia, diperkirakan sebelumnya ada banjir besar di Gunung Merapi, sehingga sampai kini dinamai Nagari Pasia.
Berbicara mengenai pendatang pertama di Nafari Pasia, sangat berhubungan erat dengan asal usul pendiri Nagari Keluarga Ampek Anggkek. Yang mula-mula datang dari Pandang Panjang sampai ke Balai Gurah sebagai nagari pertama yang dinamai Ampek Angkek.
Keberadaan penduduk Pasia, adalah merupakan penyebaran penduduk dari Ampang Gadang dan Batu Taba, dan tidak langsung dari Balai Gurah. Anak kemenakkaan dari pasukuan yang turun dari Balai Gurah ke Ampang Gadang dan Batu Taba yang sudah berkembang itulah datang ke Pasia.


B.      SEJARAH PANJANG PERJALANAN DI TIGA ZAMAN PERGURUAN DINIYYAH

1.                                                   Zaman Kolonialisme

       Pada zaman ini terbagi kepada dua fase kolonialisme; Zaman Belanda, dimana Madrasah Diniyyah lahir pada masa ini sampai tahun 1943, dan berikutnya zaman Jepang yang masuk setelah Belanda hengkang selama tiga setengah tahun sampai diproklamirkannya kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945.
         Pada permulaan berdirinya dulu keadaan lingkungan sosial-politik tanah air waktu itu, tidak memberi kesempatan luas bagi rakyat untuk menyekolahkan anaknya, karena pemerintah kolonial Belanda tidak memberi fasilitas pendidikan bagi rakyat banyak. Keadaan masyarakat yang tertekan dan haus akan pendidikan itulah yang menjadi pendorong bagi orang-orang yang sadar waktu itu, dalam mendirikan sekolah agama, sebagai pengganti atau menutupi ketiadaan fasilitas belajar yang memadai bagi anak dan generasi muda pada umumnya, kendatipun jalannya tersendat-sendat karena banyaknya rintangan dan halangan yang dibuat dengan sengaja oleh penjajah Belanda terhadap pendidikan bangsa.
         Penjajah Belanda terpaksa meninggalkan Indonesia, karena kalah perang, akan tetapi Jepang datang menggantikannya. Dalam bidang pendidikan, tidak banyak yang diperbuat oleh penjajah Jepang, bahkan kehidupan rakyat Indonesia waktu itu terpuruk sangat memprihatinkan akibat kebijakan Jepang yang sedang dalam masa perang dunia II.
         Sawah-sawah hampir tidak menghasilkan, karena biasanya hanya tiga atau empat deret padi saja yang ditepi yang menghasilkan padi, selebihnya habis dimkan hama tikus, dan hasil yang sedikit itupun harus diberikan sekian persennya kepada Jepang sebagai sumbangan memenangkan peperanagan Asia Timur Raya.
         Di mana-mana kelihatan penyakit busung lapar; lutut besar, perut kembung, paha dan betis kecil, serta badan kurus kerempeng. Begitulah kira-kira gambaran bagaimana sulitnya kehidupan pada masa penjajahan.
         Di tengah sulitnya situasi dan perekonomian, Madrasah Diniyyah tetap berupaya terus dapat melangsungkan proses pembelajaran.
         Program pendidikan pada waktu itu ditempuh selama delapan tahun pendidikan, yang diawali dari kelas I-A dan I-B, kemudian kelasa II, III, IV, V, VI dan VII sebagai kelas akhir. Siswa kelas akhir wajib mengikuti ujian akhir, yang mana para mumtahinnya berasal dari kalangan ulama-ulama besar dari berbagai daerah pada waktu itu, seperti Prof. Mahmud Yunus dan Prof Mukhtar Yahya keduanya dari Padang, Ustadz Nasaruddin Thaha dan Buya Haji Zainuddin Hamidy keduanya dari Payakumbuh, Buya Haji Ajhuri Musa Hamzah dari Batu Sangkar, Ustadz Haji Badaruddin Zen dari Padang Panjang, Ustadz Abdurrahaman Hanafi dari Pariaman, Syekh Ibrahim Musa dan Buya Haji  Bustami A. Gani, keduanya dari Parabek Bukittinggi, Buya Zulkarnain dari Suliki Payakumbuh, Ustadz Abdul Lathif Syakur dan Buya Ualaluddin Rajo Endah, keduanya dari Ampek Angkek, Ustadz H. Abdur Rahman, Buya H.A. Malik Khalid dan Ustadz Mawardi Muhammad, ketiganya dari Bukittinggi, Syekh H. Abbas dari Padang Japang Payakumbuh, dan lain-lain.
         Walau kebanyakan para pengajarnya kurang begitu menguasai bahasa Arab aktif, tapi dari segi penguasaan qawaid dan pengetahuan agama Islam tak diragukan lagi, mereka memiliki keahlian dan kemahiran masing-masing.
         Dalam satu lokal murid laki-laki dan perempuan dibatasi dengan sakram (hijab). Pada masa ini belum mengenal sistem asrama, para siswa berangkat dari rumah masing-masing dengan berjalan kaki. Setiap hari Sabtu para siswa berkesempatan libur sekolah, mereka biasanya memanfaatkannya untuk membantu orang tua berladang ataupun ikut berniaga hasil bumi dan kerajinan lainnya di pasar. Konon alasan kenapa liburnya hari Sabtu, karena kebanyakan para pengurus Madrasah Diniyyah dan sebagian guru-gurunya adalah juga berprofesai sebagai pedagang, sehingga hari itu adalah kesempatan terbaik untuk mendulang nafakah hidup.
         Buku pelajaran/kitab yang dipakai setiap kelas berbeda-beda sesuai tingkatannya. Apabila tahun ajaran berakhir, kitab yang dipakai berganti dengan yang lebih besar, lebih tebal, sekalipun belum tuntas dipelajari. Setiap guru memiliki kualifikasi keilmuan masing-masing, seperti guru di bidang tauhid, tafsir, hadits, bahasa, dan lain-lain.
         Di antara keberhasilan sistem pembelajaran waktu itu, murid senior mampu mengajar, menggantikan guru yang berhalangan hadir, di kelas di bawahnya.
         Konsentrasi pelajaran yang dikaji lebih kepada pengetahuan dan pendalaman ilmu-ilmu agama (dirasah Islamiyyah) dengan referensi pokok kitab-kitab kuning, kecuali pelajaran bahasa Nippon pada zaman Jepang terpaksa termasuk diantara yang dipelajari.
         Kurikulum/silabus pembelajaran mengacu kepada materi yang tersaji di kitab, belum ada sistem kurikulum seperti yang kita kenal dewasa ini. Akan tetapi dari sisi metode  sudah menerapkan sistem pendidikam modern, ini dibuktikan diantaranya dengan adanya ujian kenaikan kelas setiap akhir tahun dan pembagian rapor hasil belajar. Siswa yang memperoleh nilai terbaik mendapatkan hadiah berupa kitab yang akan dipakai pada tahun berikutnya. Kemudian sarana belajar sudah menggunkan meja dan bangku, dan papan tulis serta peralatan pendukung lainnya. Kelompok-kelompok belajar sudah terprogram secara bertingkat sesuai tingkatan keilmuan para muridnya.
         Sebagai pelajaran tambahan yang turut mendukung sikap, mental dan keterampilan siswa, Madrasah Diniyyah memberikan pelatihan berpidato yang disebut dengan muhadharah. Setiap siswa mendapatkan kesempatam secara bergilir di mimbar di bawah bimbingan guru. Bila ada undangn dari masyarakat, para siswa turut berpatisipasi mengisi acara-acara keagamaan. Kemudian shalat Zhuhur dan Ashar yang selalu dilaksanakan secara berjamaah di masjid Usang  Pasia.
         Proses pembelajaran berlangsung dari pagi sampai sore, berhubung lokal belajar yang terbatas, para siswa dibagi menjadi lokal pagi dan lokal sore. Kelas I-A, I-B, II dan III belajar di waktu sore, dan kelas IV, V, VI dan VII belajar di pagi harinya. Perbedaan waktu belajar tidak mengurangi kekhusyuan parasiswa dalam mengikuti pelajaran.
        
Lahirnya IMURDI
         Memasuki zaman kolonial Jepang, situasi pada saat itu tambah sulit dengan diterapkannya sistem kerja paksa (Romusa) untuk kepentingan penjajah, maka para pengurus coba mengambil inisiatif dengan membidaani dibentuknya ikatan murid-mirid Diniyyah yang disingkat dengan IMURDI, sebagai strategi agar murid-murid Madrasah Diniyyah memiliki cukup alasan untuk tidak dilibatkan dalam keharusan romusa tersebut. Di samping tujuan lain IMURDI dibentuk adalah untuk memberikan kesempatam murid-murid Madrasah Diniyyah mendapatkan pengalaman berorganisasi.
         Konon, gedung yang dimiliki Madrasah Diniyyah saat itu, kini gedung kampus I, merupakan gedung yang cukup terpandang, bangunannya megah dan berrelief dinding yang rancak bila dibanding madrasah-madrasah lainnya.
        
Kunci Sukses Diniyyah Tetap Eksis
            Tak sedikit sekolah agama atau madrasah yang sebaya pada waktu itu yang kini tidak lagi kita jumpai wujudnya, kecuali hanya tinggal cerita dan sedikit jejak peninggalannya, lembaga pendidikan tersebut kini banyak yang tinggal namanya, atau setidaknya sudah berubah haluan dari semula eksis bergerak di bidang pengkaderan ummat, sekarang asal berjalan apa adanya sudah cukup. Madrasah Diniyyah tidak demikaian, alhamdulillah, puji syukur, ini adalah karunia dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, lembaga kita masih ada dan tetap eksis hingga saat ini, dan insya Allah generasi pelanjut setelah kita pun akan selalu siap menngabdi demi eksistensi Diniyyah yang kita cintai. Kunci sukses Diniyyah tetap kokoh dari awal berdiri hingga saat ini, diusianya yang memasuki 80 tahun,  walau di tengah getirnya masa-masa sulit pada zaman penjajahan, adalah sterilnya Perguruan Diniyyah dari berbagai kepentingan politik maupun pengaruh ormas-ormas tertentu. Sejarah mencatat, walau sebagian pengurus dan guru-guru Madrasah Diniyyah ada yang aktif sebagai pengurus dan anggota di Muhammadiyah maupun di Masyumi, namun secara kelembagaan, Diniyyah tidak berkiblat (memihak) kepada salah satu dari semua itu.

Diniyyah Ditutup Selama Sepuluh Hari dan Awal Lahirnya BEMURDI
         Pada tahun 1943, adalah tahun kelam dalam perjalanan Madrasah Diniyyah, di tengah himpitan ekonomi dan situasi politik yang sedang memuncak, Madrasah Diniyyah dihadapkan kepada kondisi keuangan yang seret, tak seberapa uang yang masuk dari iuran siswa, sekalipun diberikan kelongggaran dibolehkannya iuran diganti dengan beras atau bahan makanan lainnya, tapi itu tidak cukup membantu. Honor-onor guru tidak terbayar kecuali hanya sedikit yang bisa diberikan.
         Oleh sebab itu, dan dengan persetujuan pengurus, kegiatan pembelajaran ditutup (dihentikan sementara) sampai kondisi memungkinkan lagi. Tapi itu tidak berlangsung lama, hanya dalam tempo sepuluh hari, kegiatan belajar mengajar kembali berjalan, ini berkat inisiatif para pecinta Diniyyah dan para pemuda yang pernah menjadi murid di Diniyyah mengadakan rapat untuk mencari solusi atas masalah yang dihadapi Diniyyah. Maka pada bulan Juli-nya, dalam rapat yang banyak dihadiri peserta disepakati satu kesepakatan tentang upaya penyelamatan Madrasah Diniyyah dari keterpurukan.
         Dalam rapat itu dicetuskan putusan mengadakan satu organisasai bekas murid-murid Madrasah Diniyyah yang disingkat dengan BEMURDI. Diantara putusannya adalah memilih pengurus inti dan juga mengangkat pengurus tingkat jorong di wilayah-wilayah sekitar sebagai fasilitator dalam penggalanagan dana untuk Madrasah Diniyyah.
         Dukungan dan bantuan baik berupa moril maupun materil dari BEMURDI dan para dermawan dari kaum muislimin dapatlah meringankan beban pengurus dalam belanja rutin dan biaya operasional lainnya serta dana pembangunan Madrasah Diniyyah. Semoga Allah SWT. membalas mereka dengan pahala berlipat atas semua derma yang telah diberikan.
         Hal ini secara berangsur-angsur berlanjut dan berkembang terus.
        
Profil Ustadz Ismail Saleh, Kepala Madrasah Diniyyah Tahun 1930-1966
         Ustadz Ismail Saleh menjabat sebagai kepala Madrasah Diniyyah selama ± 36 tahun. Sebuah pengabdian dalam kurun waktu yang cukup panjang, pengabdian yang tulus tiada pamrih. Seorang pemimpin kharismatik dan disegani oleh rekan-rekan kerja dan diteladani oleh murid-muridnya. Beliau tegas dalam mengambil kebijakan, namun tetap santun dan penuh wibawa.
         Dalam setiap kegiatan muhadharah, demi tercapainya kegiatan yang efektif dan tepat tujuan, beliau langsung memimpin, mengoreksi bila ada yang keliru dan memberikan apresiasi dan penilaian kepada murid-muridnya yang tampil di atas podium.
         Ustadz Ismail Saleh tidak pernah memaksakan hati untuk merubah ataupun mewarnai arah dan kebijakan Madrasah Diniyyah untuk berafiliasi kepada salah satu partai politik maupun ormas Islam waktu itu. Walau sesungguhnya peluang tersebut terbuka lebar, karena dua alasan sebagai berikut: Pertama, beliau adalah pemegang kebijaakn eksekutif di Madrasah Diniyyah, sementara di Masyumi beliau tercatat sebagai salah seorang pengurus teras, dan juga berasal dari keluarga Muhammadiyah. Kedua, Masyumi dan Muhammadiyah memilki misi yang sama yakni sebagai kendaraan dalam mencapai kejayaan Islam dan kaum muslimin (‘izzatul Islam wal muslimin), hanya pola dan strategi yang berbeda, Masyumi bergerak di bidang politik praktis, sedangkan Muhammdiyah sebagai ormas yang konsen di bidang dakwah dan pemberdayaan ummat.
         Beliau sadar betul bila Madrasah yang dipimpinnya terjebak kepada kesibukan yang bersifat idiologi sektoral, maka Diniyyah akan terjebak dalam persimpangan yang beresiko dan dilematis di kemudian hari, dan bukan tidak mungkin terjadi instabilitas internal yang bisa mengakibatkan kehancuran lembaga. Diniyyah harus tetap netral dan bebas dari berbagai kepentingan individu maupun kelompok tertentu. Diniyyah adalah asset dan milik ummat, ia adalah tanggung jawab kini dan pertaruhan masa depan. Diniyyah berdiri di atas dan untuk semua golongan.
         Dalam mengelola Madrasah Diniyyah, beliau selalu berupaya keras all out dengan waktu dan pikirannya. Beliau sangat mengutamakan kepada profesionalitas guru sebagai guru bidang studi, dengan kata lain beliau hanya mendelegasikan untuk mengajar suatu pelajaran kepada guru yang menguasai di bidangnya. Alasan beliau sederhana, keberhasilan siswa dalam belajar sangat ditentukan oleh kesiapan (kualitas) guru dalam mengajar.
         Beliau adalah sosok yang bersahaja, pantang menyerah, inovatif dan bergairah. Beliau tetap menampilkan semangatnya di hadapan para siswa hingga murid-murid Madrasah Diniyyah pun terpacu lebih semangat dalam belajar walau harus datang dengan berjalan kaki di tengah terik matahari dari rumah ke sekolah, walau di tengah masa yang sulit dan mencekam akibat perang. Semoga jasa-jasa dan pengabdian beliau, Allah jualah yang membalas dan menempatkannya dengan rahmat dan keampunan-Nya. Kepada kita generasai pelanjut hendaknya dapat mengambil uswah yang baik dalam perjalanan hidup kita .…. 

Beberapa Peristiwa Penting Lainnya:
1.      11 oktober 1928, Pembangunan gedung pertama Madrasah Diniyyah dengan kapasitas 7 lokal sekaligus awal berdirinya Madrasah Diniyyah di Pasia Ampek Angkek Kabupaten Agam.
2.       11 oktober 1953, Pembangunan gedung tambahan Madrasah Diniyyah dengan kapasitas 7 lokal (tingkat satu: 5 lokal dan tingkat dua: 2 lokal).
3.      Tahun 1936, Madrasah Diniyyah mewisuda tamatan angkatan pertama sebanyak ± 21 orang (13 putra dan 9 putri). Salah seorang diantaranya adalah Ibu Nurbayan, ± 90 th, tim penulis buku milad berkesempatan berkunjung di kediamannya di Koto Tuo pada tanggal  Juli 2008.
         
2.                                                   Zaman Pasca Kemerdekaan

       Memasuki era kemerdekaan, pemerintah mulai berbenah termasuk perhatian di bidang pendidikan dengan membuka kesempatan belajar seluas-luasnya bagi rakyat untuk mendapatkan pendidikan. Berbeda dengan sekolah-sekolah yang bersifat umum, sekolah-sekolah agama atau madrasah dalam semua tingkatan berkembang atas swadaya masyarakat Islam itu sendiri, termasuk Madrasah Diniyyah.
         Pada zaman ini, Madrasaah Diniyyah menerapkan sistem yang berbeda dengan sebelumnnya dalam lama wajib belajar dan muatan kurikulum. Ini tak lepas dari tuntutan penyesuaian dengan perkembangan dan kebutuhan waktu itu. Maka pada zaman ini, Madarasah Diniyyah memadukan kurikulum program Madrasah Diniyyah dengan kurikulum pemerintah (PGAN 4 th dan PGAN 6 th). Di samping bisa mengikuti ujian akhir PGA Negeri, para siswa juga dapat mngikuti ujian akhir di SMP Negeri dan SMA Negeri yang disebut dengan ujian ekstranai.
         Perkembangan madrasah-madrasah di Indonesia kian pesat setelah keluarnya SK 3 Menteri No.6/037/36 tertanggal 24 Maret 1975 dan SK Menteri Agama No. 70 tahun 1976 tentang Persamaaan tingkat/derajat madrasah dengan sekolah umum serta SK Menag No.5 tahun 1977 tentang Persamaan ijazah madrasah swasta dengan ijazah sekolah  negeri.
         Madrasah Diniyyah dengan kurikulum PGA-nya cukup padat, di samping pelajaran pengetahuan Islam, seperti tafsir, tauhid, hadits, fiqih, nahwu, sharaf, dan lain sebagainya, juga dipelajari pengetahuan umum, seperti bahasa Indonesia, bahasa Inggris, aljabar, ilmu ukur, dan lain-lain. Serta tak kalah penting penyediaan pendidikan keterampilan, latihan pramuka, muhadharah dan unit kesenian sebagai kegiatan ekstra kurikuler.

Pembubaran BEMURDI dan Pembentukan Ikatan Alumni
         Pada tahun 1970-an, terasa bahwa organisasi yang mewadahi para lulusan Madrasah Diniyyah, Bemurdi, telah terlalu kecil lapangan dan bidangnya, perlu adanya perluasan ruang cakupan dan peremajaan organisasi ini, mengingat semakin banyak dan menyebarnya anggota Bemurdi, sehingga telah berada hampir di seluruh pelosok tanah air. Maka timbullah keinginan sesuai zamannya untuk mengadakan reuni bekas murid-murid Madrasah Diniyyah Pasia.
         Pada tanggal 18 Desember 1972 diadakanlah reuni pertama alumni Madrasah Diniyyah di Pasia. Dalam reuni tersebut disampaikan beberapa pandangan dan prasaran oleh Mayor A. Munir, Jamaran ‘Arif, dan H. Muchtiar Muchtar.
         Kemudian di antara keputusan reuni adalah: Pertama, membubarkan Bemurdi, Kedua, membentuk Ikatan Alumni dan Pencinta Madrasah Diniyyah, Ketiga, membentuk susunan pengurus untuk periode pertama sebagai berikut:
         Ketua Umum     : A. Munir
         Ketua I               : Ali Amran Zaini
         Ketua II             : H. Muchtiar Muchtar
         Sekretaris I         : Muslim D. St. Mantari
         Sekretaris II       : Kasman K.
         Bendahara          : Jamaran ‘Arif
         Anggota            : Mukhsinah MBA.
        
         Alhamdulillah, alumni dan para pencinta Madrasah Diniyyah telah banyak memberikan bantuan terutama untuk pembangunan dan perbaikan gedung dan sarana Madrasah Diniyyah.

Perayaan Hari Ulang Tahun Setengah Abad Perguruan Madrasah Diniyyah
         11 Oktober 1978, Perguruan Madrasah Dinyyah merayakan hari ulang tahunnya yang ke-50, dengan susunan pengurus inti sebagai berikut: Ali Amran Zaini sebagai ketua umum, dan dibantu oleh Kaharuddin Yasin, Haji Rusila AM., dan Drs. Mahyuddin Rahman sebagai sebagai ketua I, II dan III. Kemudian Muslim D. St. Mantari sebagai sekretaris umum, dan dibantu oleh Akmam Bsy, dan Zahirdin sebagai sektretaris I dan II. Adapun bendahara dipercayakan kepada Haji Jabir Khatib.
         Turut hadir dan memberikan sambutan Gubernur Sumatera Barat waktu itu, Ir. Azwar Anas, Kakanwil Depag Sumbar, Hasnawi Karim, Bupati Agam, A. Syahidin Dt. Bandaro, Kakandepag Agam, Drs. A. Razak TM., dan Camat Ampek Angkek, Dahlan Bey, BA.. Serta turut pula menyumbangkan pesan dan pandangan tertulis dari Direktris Direktorat Perguruan Tinggi Depag, Ibu Dr. Zakiah Darajat, dengan judul: Peranan Madrasah Dalam Pembangunan.
         Dalam rangka memeriahkan hari ulang tahun, di samping penyelenggaraan acara khatam al-Qur’an, diadakan pula acara-acara pendukung lainnya seperti pentas seni dan drama, pertandingan olahraga, lomba anak-anak, pameran dan bhakti masyarakat. Untuk mengabadikan momen bersejarah tersebut maka diterbitkanlah Buku Milad 50 Tahun Madrasah Diniyyah Pasia yang ditulis oleh Bapak Ali Amran Zaini, Sm.Hk. dan Bapak Muslim D. St. Mantari.

Beberapa Peristiwa Penting lainnya:
1.      14-16 Desember 1945, Gedung Madrasah Diniyyah dipakai untuk Kongres Pemuda Se-Sumatera.
2.      Jum’at, minggu kedua bulan Juli 1946, Kunjungan Bapak Wakil Presiden, Drs. H. Moh. Hatta, ke Kampus Madrasah Diniyyah dalam rangka memberikan uraian sekitar Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang telah diproklamirkan tanggal 17 Agustus  1945 di Jakarta. Beliau Shalat Jum’at di Masjid Pasia.
3.      10 September 1946, Penetapan Pasia menjadi sebuah Nagari berdasarkan Keputusan Rapat Eksekutif Pemerintahan Kota Bukittinggi tertanggal 23 Agustus 1946. Dan sebagai Wali Nagari Pertama dipercayakan kepada Sjamsoeddin St. Malenggang, beliau adalah alumni Madrasah Diniyyah. Dikukuhkan kemudian dengan SK Gubernur Kepala Daerah Tk. I Sumatera Barat No. 136/Desa/GSB/1962, tertanggal 8 Desember 1962.
4.      Tahun 1951, Kunjungan anggota DPRS-RI, Sabilal Rasyad ke Madrasah Diniyyah.
5.      November 1962, Pelaksanaan Kursus Pamong Nagari (KPN) yang diikuti oleh seluruh Kepala Nagari se-Agam di Gedung Madrasah Diniyyah sebagai tempat belajar dan pemondokan, dan di Gedung Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Pasia sebagai tempat konsumsi para peserta kursus.
6.      Sejak Tahun 1963, Madrasah Diniyyah telah memiliki Band “IMURDY”. Band ini banyak membawakan lagu-lagu padang pasir (lagu Arab). Dalam berbagai kesempatan, band ini sering mendapat undangan tampil dari masyarakat.
7.      1963, Pertemuan wali-wali nagari se-Agam.
8.      28 Mei 1963, Pelantikan Kepala Nagari Pasia, Djabir Chatib, oleh Gubernur Kepala Daerah Tk. I Sumatera Barat, Kaharuddin Dt. Rangkayo Basa. Anak Nagari merasa bangga dan berterima kasih karena satu-satunya kepala nagari dilantik oleh Gubernur.
9.      Pada HUT ke-35 Madrasah Diniyyah, dua unit Drum Band terbentuk sebagai media dakwah dan syiar Islam. Grup drum band ini banyak mendapat undangan tampil dalam perayaan-perayaan khatam al-Qur’an di nagari-nagari sekitar dan Kota Bukittinggi, Padang Panjang dan Payakumbuh.
10.  1970&1971, Kunjungan ulama Mesir, Syekh Ahmad Badawy dan Syekh M.. Mun’im, ke Madrasah Diniyyah.
11.  31 Maret 1974, Kunjungan Direktris Direktorat Perguruan Tinggi Departemen Agama, Dr. Zakiah Darajat, ke Madrasah Diniyyah Pasia.
12.   
      
3.                                                   Era Generasi Pembaharuan

a.                                     Latar Belakang Berdirinya Yayasan Pengembangan Diniyyah Pasia

Sebagai pemrakarsa, Drs. H. Muchtiar Muchtar, pada bulan Juli 1986, mengadakan pertemuan dengan Bapak St. Tumanggung (seorang pengusaha dan tokoh masyarakat Pasia) di Jakarta, untuk mendiskusikan masa depan Madrasah Diniyyah. Menurut beliau, Diniyyah dalam perkembangannya sekarang (waktu itu red.) mengalami pasang surut (stagnasi), maka harus ada pembaharuan (pembenahan) manajemen Diniyyah secara menyeluruh, kalau menginginkan Diniyyah berkembang stabil dan kompetitif.
Termotivasi dari pendapat tersebut, diadakanlah pertemuan pada tanggal 18 September 1991, yang dihadiri oleh para alumni dan pecinta Diniyyah, serta pemuka masyarakat se-Kecamatan Ampek Angkek. Hasil dari pertemuan tersebut adalah disepakatinya pembentukan Yayasan Pengembangan Diniyyah (YPD), sebagai suatu badan hukum yang bertindak sebagai badan penyelenggara dari lembaga pendidikan  yang diberi nama Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia (PPMD), dan ditunjuk sebagai ketuanya, Drs. H. Muchtiar Muchtar.
         Tujuan utama dari pembentukan YPD adalah sebagai upaya peningkatan dan pengembangan pendidikan di Perguruan Madrasah Diniyyah, sesuai dengan kemajuan zaman dan dinamika yang berkembang yang menuntut adanya perubahan dalam penyelenggaraan pendidikan agar dapat dihasilkan lulusan yang lebih berkualitas. Serta meningkatkan status madrasah menjadi pondok pesantren dengan visi: menjadi lembaga pendidikan Islam yang mampu menghasilkan calon-calon ulama dan cendekiawan muslim.
Berbeda dengan sebelumnya, pola pendidikan di PPMD mewajibkan santri dan santriwatinya tinggal di asrama dengan pembinaan selama 24 jam. Konsekuensinya, YPD harus menyediakan gedung asrama santri, di samping menyesuaikan kurikulum Pesantren dengan program Departemen Agama baik tingkat Madrasah Tsanawiyah maupun Aliyah.

b.                                    Perkembangan Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia

Saat diresmikannya, santri PPMD di kala itu berjumlah 30 orang. Sementara pembangunan gedung asrama putri baru dimulai pada pertengahan tahun 1992, dengan peletakan batu pertamanya oleh Bapak H. DJamin Dt. Bagindo. Dalam perkembangan selanjutnya, PPMD, alhamdulillah  secara berangsur-angsur mengalami berbagai kemajuan yang cukup signifikan.
Para pengurus YPD dan pimpinan PPMD rutin mengadakan pertemuan untuk membicarakan perkembangan pendidikan dan pembangunan Pesantren. Penyediaan sarana dan prasarana tak henti terus diupayakan dengan berbagai sumber bantuan yang ada, baik swadaya masyarakat yang berada di kampung maupun di perantauan terutama yang di Jakarta, serta bantuan pemerintah.
PPMD sejak awal diresmikan dipimpin oleh Drs. H. Nawazir Muchtar, Lc., kemudian pada tahun 2003, ditetapkan Ustadz Nashran Nazir sebagai direktur, yang dibantu oleh wakil-wakil direktur di bidang kurikulum, bidang kesiswaan, dan di bidang usaha dan pemeliharaan  sarana.

      
C.      DAFTAR PARA PENGURUS DAN KEPALA MADRASAH DINIYYAH PASIA DARI MASA KE MASA

1.       Susunan Pengurus Perguruan Madrasah Diniyyah Pasia Periode Tahun 1928

Ketua  Umum                : J. Tuanku Tunaro
Ketua     I                       : Haji Muhammad Isa
Ketua     II                     : Haji Sulaeman
Setia  Usaha                   : Ruslan St. Nagari
Bendahara                      : Haji Mustafa
Anggota                         : M. Jamil Tk. Bandaro Sati
                                         Isa Sutan Majo Indo
  Rahman Tuanku Mudo
  Haji Syarkawi

2.       Ketua-Ketua Pengurus Perguruan Madrasah Diniyyah Pasia dari Periode Tahun 1928 s/d 1978

·         J. Tuanku Tunaro                       : Tahun 1928 – 1929
·         H.S. Dt. Tumanggung                : Tahun 1929 – 1942
·         Saleh Mangkuto Sutan               : Tahun 1942 – 1947
·         H.S. Dt. Tumanggung                : Tahun 1947 – 1970
·         Mansur Yasin                             : Tahun 1070 – 1971
·         Kaharuddin Yasin                      : Tahun 1971 – 197..
·         …                                               : Tahun 19..   – 1991
·          

3.       Ketua-Ketua Pengurus Yayasan Pengembangan Diniyyah Pasia dari Periode Tahun 1991 s/d sekarang

·         Drs. H. Muchtiar Muchtar         : Tahun 1991 – 2001
·         H. Z.Z. Dt. Indo Kayo              : Tahun 2001 – sekarang

4.       Kepala-Kepala Perguruan Madrasah Diniyyah Pasia
dari Periode Tahun 1928 s/d 1991

·         A. Rahman Tk. Mudo                : Tahun 1928 – 1930
·         Ismail Saleh                                : Tahun 1930 – 1966
·         Ali Amran Zaini, Sm.Hk.           : Tahun 1966 – 1970
·         Kasim Zen                                  : Tahun 1970 – 1977
·         Dra. Busyra D.                           : Tahun 1977 –  19..
·         Ali Amran Zaini, Sm.Hk.           : Tahun 19..   – 1991

5.       Pimpinan Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia
Dari Periode Tahun 1991 s/d sekarang

·         Drs. H. Nawazir Muchtar, Lc.
-   Pemimpin/Direktur                : Tahun 1991 – 2003
-   Pemimpin                               : Tahun 2003 – sekarang

·         Ust. Nashran Nazir
-    Direktur                                 : Tahun 2003 – sekarang

PENUTUP
       Harapan Dan Tantangan

Kini usia Perguruan Diniyyah telah mencapai 80 tahun. Berbagai catatan kesuksesan dan masa-masa pahit telah dilalui. Masa telah berlalu sekian larut. Jasa-jasa mereka yang telah berhasil merinits jalan mencapai pembangunan telah dinikmati, namun tantangan masa terus menjelma dan seakan selulu menanti.
Dalam kurun waktu 80 tahun itu Perguruan Diniyyah telah memberikan darma bhaktinya dengan menjadikan dirinya sebagai media dan fasilitator bagi siswa-siswanya untuk meningkatkan kualitas diri ke tangga yang lebih tinggi, sehingga pada masa sekarang sudah ratusan bahkan ribuan dari mereka yang telah berkecimpung dalam masyarakat, baik dalam pemerintahan, TNI/Polri, di perusahaan-perusahaan swasta, bahkan ada yang telah bertugas di luar negeri.
Pada saat kita memperingati milad 80 tahun Perguruan Diniyyah tahun ini, pantaslah kiranya difikirkan dan direnungkan bahwa kalau orang-orang tua pada masa lampau telah mampu mendirikan satu perguruan beserta gedungnya yang begitu indah, maka menjadi sebuah kewajiban bagi generasi sekarang ini untuk mempertahankan dan meningkatkan serta memperkembangkan Perguruan Diniyyah ke arah yang lebih baik, baik dari segi kualitas maupun kuantitas, dan hal yang paling penting adalah mengantarkan siswa-siswanya menjadi alumni yang bermanfaat di tengah masyarakatnya dan bagi kejayaan agamanya.
Dalam kesempatan ini penulis merasa terpanggil menyampaikan sesuatu kepada para alumni, para pendidik dan para pengurus, serta segenap keluarga besar Perguruan Diniyyah sebagai generasi penerus, mari kita bina dan kembangkan Perguruan yang kita cintai ini, kita adakan perbaikan dan pembenahan tiada henti ke arah yang lebih bermutu dan lebih bersaing, seirama dengan pesatnya pembangunan sebagai sebuah tuntutan dan tantangan pada abad ke-21 ini.
Wal-akhir, kita sampaikan kepada seluruh keluarga besar Perguruan Diniyyah di seluruh tanah air dan di manapun mereka berada, SELAMAT MEMPERINGATI MILAD PERGURUAN DINIYYAH KE-80, semoga lembaga ini tetap jaya dan terus konsisten dalam memperjuangkan cita-citanya yang luhur, abadi dalam mendidik dan mencetak kader-kader muslim mukmin yang berdaya guna bagi nusa, bangsa dan agama. Dan kepada para perinitis pembangunan Madrasah Diniyyah, kita panjatkan doa ke hadhirat Allah ‘azza wa jalla, semoga taburan mutiara yang telah mereka semaikan, dapat berkembang terus serta dapat diwariskan dari satu generasi ke genersasi berikutnya. Insya Allah(Pen. ZA ’08)


Yayasan Pengembangan Diniyyah

  
            Yayasan Pengembangan Diniyyah (YPD) Pasia merupakan suatu badan hukum yang bertindak sebagai badan penyelenggara lembaga pendidikan yang bernama Pondok Pesantren Modern Diniyyah.
YPD didirikan pada tanggal 16 November 1991 berdasarkan hasil rapat para pengurus dan alumni, simpatisan serta tokoh-tokoh masyarakat yang diadakan pada tanggal 18 September 1991, yang menyepakati untuk mengembangkan Madrasah Diniyyah menjadi Pondok Pesantren agar dapat dihasilkan lulusan yang lebih berkualitas sesuai dengan kemajuan zaman dan dinamika yang berkembang yang menunutut adanya perubahan ke arah yang lebih baik. Dan disetujui secara aklamasi yang bertindak sebagai ketua adalah Drs. H. Muchtiar Muchtar.
Pada tanggal 18 Januari 2001, diadakan rapat pleno dengan agenda pergantian pengurus. Ketua YPD, Drs. H. Muchtiar Muchtar, mengundurkan diri, setelah selama 10 tahun mengemban jabatan tersebut.
Sesuai Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, bahwa organ-organ yayasan terdiri dari Pembina, Pengawas, dan Pengurus, masing-masing berdiri sendiri dan tidak boleh ada jabatan rangkap. Maka dalam rapat itu pula disepakati pengemban tugas Pembina YPD adalah Drs. H. Muchtiar Muchtar, dan Ketua Pengurusnya Bapak Zanibar Zubar Dt. Indo Kayo.
Pada saat ini, PPMD telah memiliki kampus I (gedung belajar putra), kampus II (asrama dan lokal belajar putri) dan kampus III (asrama putra) dengan kapasitas masing asrama 300 orang, yang dilengkapi dengan masjid, ruang makan, kamar mandi dan WC. Sarana pendukung lainnya adalah ruang perpustakaan, ruang kesehatan, kantor tata usaha, kantor kesiswaan, koppontren, asrama guru, dan sebagian sarana olahraga.



SUSUNAN PENGURUS
YAYASAN PENGEMBANGAN DINIYYAH
PASIA AMPEK ANGKEK KAB. AGAM
PERIODE : 2004 – 2009


I. PEMBINA
    1.   Prof. DR. H. Hasyim Djalal, MA
    2.   H. Ali Amran Zaini, SH
    3.   Drs. H. Asril Saman
    4.   Drs. H. Djanan Syafi’i
    5.   H. Ali Umar Zaini Dt. Rajo Endah
    6.   H. Mansur Yasin
    7.   Drs.H. Muchtiar Muchtar
    8.   N.I. Sutan Rajo
    9.   Indrawaldi, SH
  10.   H. Martin
  11.   Thamrin H.

II. PENGAWAS
  1. H. Muchlis Ismail, SH
  2. Dra. Hj. Darmaini Dahlan

III. PENGURUS
      1. Ketua Umum                            : Z.Z. Dt. Indo Kayo
      2. Ketua I                                      : Zetrizal, SE
      3. Ketua II                                                : Ir. Dedi Arnofri
      4. Sekretaris                                  : M.O. Fauzi
      5. Bendahara                                 : H. Efrizal, B.Sc

IV. SEKSI-SEKSI :
  1. Ketenagaan dan Pengembangan Pendidikan
a.       Dra. Hj. Zurlela Dewi
b.      Mustafa Rahman
c.       H. Zufri Amaluddin, S.Pd
  1. Sarana dan Prasarana Pendidikan
a.       Drs. Indra Mudia
b.      H. Syufri Burhan, BE
  1. Dana
a.   H. Djabir Kosasih
b.   H. Muzilfa
  1. Unit Usaha
a.       H. Jhon Herdi, SH
b.      M. Rilfal


Pondok Pesantren Modern Diniyyah

Pondok Pesantren Modern Diniyyah (PPMD) Pasia yang pada awalnya bernama Madrasah Diniyyah merupakan lembaga pendidikan Islam yang diselenggarakan oleh suatu badan hukum yang berbentuk yayasan yang diberi nama Yayasan Pengembangan Diniyyah yang didirikan pada tanggal 16 November 1991.
PPMD sejak awal dibuka sampai sekarang dipimpin oleh Drs. H. Nawazir Muchtar, Lc., dan dibantu oleh Ustadz Nashran Nazir sebagai direktur, dan wakil-wakil direktur di bidang kurikulum, bidang kesiswaan, dan di bidang usaha dan pemeliharaan  sarana.

1.      Perkembangan Jumlah Santri

PPMD dibuka mulai tahun ajaran 1991-1992 dengan santrinya berjumlah 30 orang. Berikut data perkembangan santri/wati dari tahun ajaran 1991 s/d 2008:

NO
TAHUN AJARAN
JUMLAH SANTRI/WATI
1
1991 - 1992
30
2
1992 - 1993
70
3
1993 - 1994
93
4
1994 - 1995
88
5
1995 - 1996
108
6
1996 - 1997
229
7
1997 - 1998
239
8
1998 - 1999
255
9
1999 - 2000
371
10
2000 - 2001
454
11
2001 - 2002
504
12
2002 - 2003
455
13
2003 - 2004
498
14
2004 - 2005
521
15
2005 - 2006
518
17
2006 - 2007
476
18
2007 - 2008
513
19
2008 - 2009
514
JUMLAH
5936

2.       Perkembangan Pembangunan
Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia sebagai suatu lembaga pendidikan Islam yang merupakan proyek ummat ini telah memasuki tahun ke-15. Setiap tahun Pengurus YPD selalu berusaha untuk menambah tenaga pengajar, sarana dan prasarana serta fasilitas lain yang diperlukan untuk penyelenggaraan pendidikan.

3.     Visi, Misi dan Strategi

Sebagai lembaga yang bergerak di bidang pendidikan Islam, Pondok Pesantren Modern Diniyyah memiliki visi dan misi sebagai berikut:

VISI :     “ Menjadi lembaga pendidikan Islam yang mampu menghasilkan calon-calon ulama dan cendekiawan muslim ”

MISI :    “ Membentuk santri dan santriwati yang bertaqwa, menguasai dasar-dasar pengetahuan Islam, pengetahuan umum, dan mempunyai keterampilan serta mampu mengembangkan diri sebagai calon ulama dan cendekiawan muslim ”
            Untuk mewujudkan visi dan misi lembaga sebagaimana disebutkan di atas, maka PPMD menerapkan strategi-strategi sebagai berikut:
a.       Mendidik para santri/wati mempunyai akhlak yang mulia sesuai dengan ajaran Islam, memiliki keimanan dan ketaqwaan yang tinggi.
b.      Membina dan mendidik santri/wati menguasai dasar-dasar ilmu agama Islam dan pengetahuan umum sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada perguruan tinggi atau mengembangkan diri secara otodidak setelah selesai menempuh pendidikan di PPMD Pasia.
c.       Membina dan mendidik santri/wati menguasai bahasa Arab, baik muhadatsah, imla’, dan muthala’ah, beserta pemahamannya, sehingga diharapkan mampu menggali ilmu dan menerapkan syari’at Islam dari sumber aslinya, al-Qur’an dan as-Sunnah.
d.      Membina dan mendidik santri/wati menguasai bahasa Inggris agar dapat berkomunikasi aktif dan mampu mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi.
e.       Membekali santri/wati dengan berbagai keterampilan sehingga mereka dapat mandiri dan menciptakan lapangan kerja sendiri.
f.       Menanamkan semangat beragama, berbangsa dan bernegara sehingga mereka dapat melaksanakan kewajiban dan bertanggung jawab terhadap tersebarnya sy’iar Islam dan suksesnya pembangunan Negara Republik Indonesia.

Dari paparan strategi-strategi pendidikan tersebut, maka diharapkan alumni Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia memiliki kompetensi sebagai berikut :
a.       Mampu membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar
b.      Hapal al-Qur’an sekurang-kurangnya 5 Juz
c.       Mahir berbahasa Arab dan Inggris
d.      Terampil berpidato, pramuka dan komputer
e.       Kemampuan akademik setara MTs dan MA
f.       Memiliki ghirah Islamiyah (semangat keislaman) yang tinggi.

4.       Prestasi Sekolah dan Alumni
Berikut di bawah ini merupakan sebagian prestasi yang pernah diraih, baik atas nama lembaga maupun perorangan:
a.       Terbaik 1 di Sumatera Barat baik perorangan maupun lembaga untuk UAN 2007 Tingkat Madrasah Aliyah Jurusan IPS
b.      Tamatan Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia dapat diterima melanjutkan studi di Libya, Mesir dan beberapa negara lain, serta perguruan tinggi favorit di dalam negeri
c.       Lulus Ujian Nasional 100% Tahun Pendidikan 2006 dan 2007 Tingkat MA, dan 2006, 2007 dan 2008 Tingkat MTs
d.      Kelas VI yang belum tamat sudah diminta untuk mengajar di beberapa lembaga pendidikan Islam di Sumatera Barat
e.       Alumni yang sudah menyelesaikan pendidikannya di dalam maupun luar negeri ada yang mengajar, bertugas di local staf di kedubes, manajer perusahaan dan peranan-peranan strategis lainnya.



PANCA JIWA
Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia

          Seluruh kehidupan di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia didasarkan pada nilai-nilai yang dijiwai dalam suasana yang disimpulkan dalam Panca Jiwa sebagai berikut:

1.      Keikhlasan
Jiwa ini berarti tulus tanpa pamrih, yakni berbuat sesuatu bukan karena didorong oleh keinginan utuk mendapatkan keuntungan tertentu. Segala perbuatan dilakukan dengan niat semata-mata untuk ibadah, lillah. Guru ikhlas mendidik dan santri ikhlas dididik.

2.      Kesederhanaan
Kehidupan di Pondok diliputi oleh suasana kesederhanaan. Sederhana tidak berarti pasif, tidak berarti miskin dan melarat. Justru dalam jiwa kesederhanaan itu terdapat nilai-nilai kekuatan, kesanggupan, ketabahan penguasaan diri dalam menghadapi perjuangan hidup.
Dibalik kesederhanaan ini terpancar jiwa besar, berani maju dan pantang mundur dalam segala keadaan. Bahkan disinilah hidup dan tumbuhnya mental dan karakter yang kuat, yang menjadi syarat bagi perjuangan dalam segala segi kehidupan.

3.      Berdikari
Berdikari atau kesanggupan menolong diri sendiri merupakan senjata ampuh yang dibekalkan Pesantren kepada para santri/watinya. Berdikari tidak saja berarti bahwa santri/wati sanggup belajar dan berlatih mengeluarkan segala kemampuan dirinya, tetapi juga berarti Pondok Pesantren itu  sendiri sebagai lembaga pendidikan juga harus mampu berdikari, sehingga tidak perlu menyandarkan kehidupan kepada bantuan atau belas kasihan pihak lain.

4.      Ukhuwwah Islamiyyah
Kehidupan di Pondok Pesantren diliputi suasana persaudaraan yang akrab, sehingga segala suka dan duka dirasakan bersama dalam jalinan ukhuwwah islamiyyah. Tidak ada dinding yang dapat memisahkan antara mereka. Ukhuwwah ini bukan saja selama mereka di Pondok, tetapi juga mempengaruhi kearah persatuan umat dalam masyarakat, setelah mereka terjun nantinya di tengah masyarakat.

5.      Kebebasan yang Bertanggung Jawab
Bebas yang terukur dan bertanggung jawab dalam berfikir dan berbuat, bebas dalam menentukan masa depan, bebas dalam memilih jalan hidup, dan bahkan bebas dari berbagai pengaruh negatif dari dunia luar. Jiwa bebas yang bertanggung jawab ini akan menjadikan santri/wait berjiwa besar dan optimis dalam menghadapi segala kesulitan.Hanya saja dalam kebebasan ini sering ditemukan unsur-unsur negatif, yaitu apabila kebebasan itu disalahgunakan, sehingga terlalu bebas (liberal) dan berakibat hilangnya arah dan tujuan (prinsip).
Sebaliknya ada pula yang terlalu bebas (untuk tidak mau dipengaruhi), berpegang teguh pada tradisi yang dianggapnya telah pernah menguntungkan pada zamannya, sehingga tidak hendak menoleh ke zaman yang telah berubah. Akhirnya dia tidak lagi bebas karena  mengikatkan diri pada yang diketahui saja.
Kebebasan ini harus dikembalikan ke aslinya, yaitu bebas dalam garis-garis yang positif, terukur dan dengan penuh tanggung jawab, baik dalam kehidupan pondok pesantren maupun di tengah masyarakat.
Jiwa yang meliputi suasana kehidupan pondok pesantren itulah yang dibawa santri/wati sebagai bekal utama dalam kehidupannya di masyarakat. Jiwa ini juga harus dipelihara dan dikembangkan dengan sebaik-baiknya.

0 komentar:

Posting Komentar