Subscribe:
Selamat Datang di Ikatan Alumni Diniyyah Pasia

Rabu, 08 Februari 2012

PEMIMPIN & KEPEMIMPINAN


PEMIMPIN & KEPEMIMPINAN

1. Pengertian pemimpin
Pemimpin atau kepemimpinan dalam bahasa Arab adalah al-Imamah "berasal dari imam dalam bahasa Arab berarti ikutan bagi kaum, baik dalam kebaikan maupun dalam kesesatan. Dalam konteks agama imam adalah orang yang berdiri di depan jama'ah dan memimpin ibadat. Dalam konteks politik berarti kepala negara, dan lembaganya disebut "al-imamat". Al-Imamat yang dimaksudkan di sini adalah kepemimpinan setelah Nabi Muhammad SAW. untuk menjaga agama dan memimpin keduniaan. Kata khalifah imamat, imarah secara terminologi juga dikenal sebagai suatu konsep politik dalam Islam dengan pengertian sama, hanya saja terminologi al-imamat banyak dipergunakan oleh golongan Syi'ah.
Secara historis dalam Islam gelar untuk kepala negara disebut Khalifah, imam dan amir dan jabatannya dikenal dengan khilafah, Imamat dan imarat, kesemua istilah tersebut menunjukkan kepada satu pengertian, walaupun masa pertumbuhannya berbeda satu sama lain.
Al-Imamat secara syari'at ialah orang yang mempunyai otoritas kepada masyarakat dan juga kepada urusan-urusan mereka. Oleh karenanya tidak ada kekuasaan yang lebih tinggi dari kekuasaannya, Pengertian di atas menunjukkan adanya lembaga al-imamat dalam urusan kenegaraan untuk mencapai tujuannya, baik tujuan keduniaan sekaligus juga tujuan agama yang menyatu dalam diri seorang imam.
Al-Mawardi dalam hal ini menyebutkan bahwa al-imamat dilembagakan untuk menggantikan kenabian, guna melindungi agama dan mengatur dunia. Tidak kalah penting pula Maududi mengatakan bahwa khilafah atau al-imamat adalah jabatan tertinggi dalam urusan agama dan dunia sebagai pengganti Rasulullah.
Lain lagi halnya dengan syi'ah. Bagi mereka pengertian al-imamat ialah orang yang menjadi penguasa komunitas dan terutama adalah pewaris dari cahaya Muhammad (al-Nur al-Muhammady) dalam dirinya dan memenuhi fungsi wilayah. Kalau fungsi kenabian disebut "nubuwah", maka fungsi al-imamat disebut "wilayah". Justru wilayah di sini bukan saja berkonotasi kesucian semata, tetapi juga berarti berfungsi sebagai penafsir dimensi esoterik wahyu Tuhan.
2. Keharusan Adanya pemimpin
Menyangkut dengan perlu adanya imam, kelihatan tidak ada perbedaan pendapat dari berbagai kelompok dalam Islam, hanya saja bagaimana wajibnya itu, serta bagaimana jalan fikirannya untuk menetapkan wajib adanya imam terdapat variasi pemikiran.
Menurut Abdul Jabbar, keharusan adanya imam sangat erat kaitannya dengan agama, kalaulah tidak ada hubungan imam dengan agama, tidaklah perlu Nabi diutus untuk manusia. Berdasarkan itu pula Tuhan berkewajiban mengutus Rasul SECARA akli atau Nabi untuk membawa petunjuk bagi seluruh manusia. Ini menunjukkan bahwa kehadiran Nabi perlu dipahami dengan mempergunakan akal, karena kepemimpinan tersebut telah terlaksana pada Nabi, sehingga tidak terhalang lagi mengetahui perlu adanya imam. Dengan demikian wajib adanya kepemimpinan dalam Islam menurut Abdul Jabbar hanya mempergunakan dalil aqli.
Syi'ah mendasarkan kewajiban adanya imam dengan dalil syara' dan aqli. Menurutnya dunia tidak boleh kosong dari imam, meskipun ia dalam keadaan tersembunyi, tidak peduli apakah manusia membenci atau menyayangi, membela atau memerangi, yang jelas imam tetap eksistensi sepanjang zaman.

3. Kriteria pemimpin
Betapapun baiknya suatu organisasi pemerintahan, politik dan ekonomi, tidak akan ada manfaatnya tanpa adanya pemimpin yang memenuhi persyaratan untuk menjalankannya, maka dalam menetapkan kriteria imam Abdul Jabbar mengemukakan sebagai berikut :
a. Harus mempunyai ilmu tentang syara', tapi tidak mesti mampu menghafal masing-masing fiqh para Fuqaha', akan tetapi cukup merujuk kepada pemikiran-pemikirannya dan mampu menghubungkan dengan pengertian mereka. Oleh karena itu perlu terlebih dahulu mengetahui bahasa Arab, sehingga lebih mudah untuk merujuk kepada al-Qur'an dan hadis untuk mengatakan sesuatu;
b. Harus adil adalah menunjukkan suatu perbuatan bukan pelaku perbuatan, yaitu memberi hak-hak seorang sesuai dengan kewajiban yang dilaku­kan;
c. Mempunyai sifat-sifat yang pantas dan terhindar dari sifat-sifat yang tidak layak baginya;
d. Harus piawai tentang Nabi Muhammad SAW.
e. Harus lebih wara';
f. Konsisten dengan tindakannya;
g. Mempunyai fisik yang prima;
h. Mempunyai jiwa yang mantap;
i. Bertanggungjawab dalam urusannya.

Selanjutnya menyangkut dengan proses pegangkatan imam, Abdul Jabbar memakai istilah al-'aqdi dan al-Ikhtiar untuk melaksanakan pemilihan. Ini dilakukan dengan ijtihad yang bertanggungjawab oleh mereka yang memenuhi syarat melakukan pemilihan terhadap seseorang yang pantas untuk menduduki jabatan imam.
Persoalannya adalah siapa ahl al-Ikhtiar, bagaimana pula kriteria yang mesti dimilikinya. Dalam hal ini Abdul Jabbar tidak memberikan pengertian yang tuntas tentang ahl al-ikhtiar, namun dapat dipahami bahwa ahl al-ikhtiar sama dengan ahl al-'aqd wa al-halli, yaitu lembaga pemilih yang mengadakan penelitian lebih dahulu terhadap kandidat kepala negara, apakah ia telah memenuhi persyaratan.
Abdul Jabbar, menawarkan kriteria terhadap orang-orang yang berkompeten dalam ahli al-ikhtiar yaitu;
1. Mereka yang mempunyai pengetahuan dalam hal mengenal kandidat imam secara mendasar.
2. Mereka yang mempunyai kemampuan yang maksimal dalam menggunakan rasionalitasnya terhadap ilmu keagamaan serta keberanian memperjuangkan pikirannya tersebut.
3. Berasal dari kalangan ahl al-says wa al-shalah, konsekwensinya adalah agar terpeliharanya rahasia majlis pemilihan.
4. Mereka berasal dari orang-orang terhormat dan mem-punyai nilai atau tingkat yang sama dengan calon imam yang akan mereka pilih.
Berbeda dengan Muhammad Abduh, ia menyamakan ahl al-hall wa al-aqd dengan uli al amr dalam surat al-Nisa' ayat 59, yaitu kumpulan orang-orang dari berbagai profesi dan keahlian yang ada dalam masyarakat, mereka adalah para amir, para hakim para ulama para pemimpin militer, orang yang berpengaruh yang dijadikan rujukan oleh umat dalam masalah kemashlahatan masyarakat.                                                                                                                                                                                                     

4. Tugas pemimpin
Kalau di Minangkabau pemimpin itu identik dengan penghulu yaitu pimpinan adat dalam kaumnya/sukunya yang selalu  berusaha untuk kepentingan anak kemenakannya  dan masyarakat. Penghulu  diangkat atas  kesepakatan kaum,  yaitu orang yang  dipilih oleh anak kemenakannya laki-laki atau perempuan. Sesuai dengan pepatah adat “Maangkek panghulu sakato kaum, maangkek  rajo  sakato alam” (mengangkat penghulu  disepakati oleh kaum dan mengankat raja disepakati oleh masyarakat umum).  Pemimpin  memiliki kata  putus (mementukan  keputusan  terhadap anak kemenakan.  Prinsip kepemimpinannya  ganting  putuih  biang  cabik “  (kata putus  ditangannya) dan ia  berfungsi sebagai  pemegang kebenaran.
            Berdasarkan sepak terjang para penghulu sebagai pemimpin dalam memimpin kaumnya, penghulu dapat dibedakan atas empat jenis, yakni: (1) Penghulu, (2) Pengalih, (3) Pengaluh, dan (4) Pengalah.
            Penghulu adalah yang benar-benar penghulu, yaitu yang senantiasa menyuruh orang berbuat baik dan melarang orang berbuat jahat, sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’ an surat Ali Imran 104 dan 110, yang dilaksakannya sesuai dengan faiman Allah dalam surat al-Nahl ayat 125, yakni dengan hikmah (bijaksana), mau’izhah  yang diaplikasikannya dengan menyampaikan nasihat dan memberikan  keteladanan kepada  kaumnya, serta dengan  mujadalah,  yang diaplikasikannya dengan bertukar fikiran, berdiskusi atau bermusyawarah dengan baik sebagaimana yang membudaya di tengah kehidupan masyarakat Minang. Menurut adat Minang adalah wajib hukumnya bagi setiap kaumnya mematuhi petunjuk dan petuah penghulu tipe ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an surat alNisa’ ayat 59, “Ikutilah Allah, Ikutilah Rasul dan para pemimpin kamu”.
            Pengalih, adalah penghulu yang tidak teguh memegang jannji, tiada tetap pahamnya, tidak takut menyalahi janjinya sesama  kaum Islam.Penghulu yang tiada tetap pendiriannya ini adalah penghulu yang ibarat pimping yang tumbuh di lereng atau bagi ilmu pucuk haru, pahamnya adalah menurut haluan angin yang deras, ke mana angin keras, ke sana condong pahamnya. Seorang penghulu yang baik adalah penghulu yang tetap pada pendiriannya, kecuali paham yang lalu atau ucapan yang telah dikeluarkannya itu sesat atau salah,  dan telah datang paham yang benar, petunjuk yang betul, yang telah direnungkannya dengan baik, maka dalam hal ini wajib ia mengubah pahamnya. Jadi tidak sembarang mengalih pahamnya.
            Pengaluh, ialah penghulu yang suka mengikuti kata orang saja, tidak dipikirkannya terlebih dahulu dengan mendalam apa yang dikatakan orang, ia telah langsung mengiyakan dan membenarkan pendapat orang tersebut, “Bana tu kato Katik, paralu kito ikuti basamo” ( Benar  apa yang dikatakan Katik, perlu kita ikuti bersama), padahal ian sendiri belum sempat memikirkannya lebih dalam.Artinya penghulu seperti ini tidak punya kecerdasan dalam menimbang satu masalah dengan masak-masak. Penghulu seperti ini jelas akan rendah derjatnya dalam kaumnya, tiada disegani  dunsana dan kemenakannya, apalagi oleh orang lain di luar kaumnya atau dalam masyarakat luas.
            Pengalah, ialah penghulu yang suka menyalahkan orang sebelum dipikirkannya masak-masak, sehingga akhirnya yang benar pun disalahkannya. Akibat ia suka mengalahkan ( menyatakan orang salah sehingga ia cepat mengalah  pendapat orang, dia saja yang benar sendiri), ia sering mencampuri ususan penghulu lain atau mencampuri pekerjaan orang lain yang bukan pekarjaannya. Untuk menunjukkan penghulu lain itu salah, supaya kalah gengsinya di depan masyarakat luas, ia tak segan-segan menghasut  kaum atau anak buah penghulu lain , supaya benci kepada penghulunya dan saya kepada dia, yakni supayan kaum atau anak buah penghulu lain itu renggang dengan penghulunya, ia juga tak segan-segan melakukan tipu muslihat. Inilah antara lain sifat penghulu yang pengalah.
            Agar bisa menjadi penghulu yang baik, menurut Datuk Sangguno Dirajo, haruslah memenuhi sebelas syarat. Pertama, pengangkatannya sebagai penghulu, wajiblah menurut adat yang berlaku dalam suatu negari itu. Kedua, seseorang yang diangkat jadi penghulu itu, hendaknya yang lebih berakal atau yang lebih cerdas dalam kaumnya, bisa menimbang baik dan buruk, melarat dan manfaat sesuatu, menimbang rugi dan laba, bisa mengetaui sebab dari perbuatan yang akan dikerjakannya, atau yang dikerjakan anak buahnya..Ketiga,  penghulu adalah laki-laki. Keempat, orang yang berasal penghulu juga, artinya orang yang berhak memakai dan mewarisi gelar penghulu yang akan dipakainya, dari mamak atau dari niniknya.
            Kelima, penghulu hendaklah orang yang berilmu atas segala hal ihwal anak buah atau kaum yang akan dipimpinnya, mengatahui ranji dan silsilah keturunan kaumnya, mengetahui harta pusaka dan batas bintalak kaumnya dengan kaum lain, sehingga ada silang sengketa dalam kaumnya cepat ia mengetahui duduk persoalan yang terjadi. Keenam,  penghulu hendaklah mengetahui seluk beluk adat lembaga dalam negerinya, sehingga ia dapat  memenuhi martabat penghulu dengan baik, mengetahui yang wajib dipakai oleh penghulu, dan yang tidak boleh dilakukan penghulu.
Ketujuh,  penghulu hendalah orang yang kaya atau yang mempunyai harta, atau yang panjang akalnya dalam mengatasi biaya kehidupannya dan anak kemenakannya. Kedelapan, penghulu hendaklah murah lakunya, sekali-kali jangan bersifat kegadang-gadangan , atau berhati tinggi , sombong, angkuh kepada anggota kaumnya atau kepada siapa pun. Sebaliknya seorang penghulu wajiblah bersifat rendah hati, pengasih- penyayang dan berhati rahim kepada anggota kaumnya yang teraniaya atau siapaun.
Kesembilan, seorang penghulu hendaklah fasih berkata-kata, yang arif dalam  berunding–kata , tahu ereng jo gendeng, serta serta tahu makna-makna kata kias.Alun takileh alah takalam, lah tahu jantan batinonya( mengetahui ujung perkataan atau pembicaraan orang, sehgingga walaupun belum selesai apa yang disampaikan orang, ia sudah paham apa yang akan dituju pembicaraan orang). Kesepuluh, penghulu harus mengetahui apa yang harus dikerjakannya, artinya mengetaui apa yang menjadi tugas, apa yang wajib dipakai penghulu dan apa yang  jadi pantangannya, serta mengetahui apa yang akan dikerjakan anak buahnya,  dan segenap anggota  kaumnya.
Kesebelas, seorang penghulu hendaklah beralam lapang (lapang dada) dan berhati sabar. Jika ia melihat perangai atau tingkah laku anak buah atau kaumnya, janganlah ia cepat marah, apa lagi main tangan. Seorang penghulu wajib mencari muslihat, daya akal mengatasi masalah yang dihadapinya, ia harus bisa memberi nasihat atau pengajaran yang lemah lembut terhadap anak buah, anak kemenakannya atau kaumnya. Ia harus mampu menunjukkan jalan yang lurus kepada segala kerabatnya, supaya mereka dapat mencapai keselamatan.

RUJUKAN
Datuk SanggunoDirajo, Curian Adat Alam Minangkbau,  Bukittinggi, Pustaka Indonesia, l987.
Djamaris, Edwar, Tambo Alam Minangkabau,  Jakarta, Balai Pustaka, l99l.
Mahmoed, Sutan, dan A.Manan Rajo Pangulu, Himpunan Tambo Minangkabau dan Bukti Sejarah, Bukittinggi, Syamza Offset, l978.
Dt. Rajo Panghoeloe, M.Rasyid Manggis,  Sejarah Ringkas Minangkabau dan Adatnya,  Jakarta, Mutiara, l982.
Datuk Toeah, Djamaran,  Tambo Alam Minangkbaua,  Bukittinggi, Pustaka Indonesia, l987.

1 komentar:

  1. 2019 ford fusion hybrid titanium - TikTok
    Discover how fusion fusion titanium can make this one awesome used ford escape titanium addition to any burnt titanium titanium ore Fusion Fusion Fusion Fusion Fusion Fusion Fusion Fusion Fusion raft titanium Fusion rocket league titanium white octane Fusion Fusion Fusion Fusion Fusion Fusion Fusion

    BalasHapus