pendaftaran sudah dibuka sejak 1 maret 2012 - 26juni 2012'
pg jam 09.00 -12.00
siang 14.00 -17.00
adpun persyaratan pendaftran adalah...
A. Mengisi formulir pendftran .
B. Membayar uang pendftran sebesar rp. 100.000'
c.potocpy SKHU, Ijazah 2 lembar.
D. Fotocopy raport semster 1 kelas VI sbnyi 1 lembar.
E. Fotocopy Akte kelahiran
f. Fotocopu no NISN (no. Induk sissa Nasional )
G. Paspoto ukuran 3x4 ,2x3 sebnyak 4 LMBAR DAN 4x6 sbnyak 2 lmbar
h. Surat keeranfan kesehatan dri dokter / rumah sakit.
Adapun untuk ujian masuk akan dilaksanakan pda tnggal 28 JUNI 2012 mlai pukul 08.00 bertmpat di PPMD psia.
Untuk info lebh lanjut boleh menghubungi no tlpon (0752)32192 ato 082125633975
Senin, 26 Maret 2012
Berita Duka
Innalillahiwainna ilaihi raajiun
telah berpulang kerahmatullah orang tua dari Triwin dewita, senin jam 10.00 dan telah dimakamkan di pasia.
telah berpulang kerahmatullah orang tua dari Triwin dewita, senin jam 10.00 dan telah dimakamkan di pasia.
Minggu, 19 Februari 2012
Berita Suka
Alhamdulillah telah salah seorang alumni Diniyyah telah melakukan sunnah nabi Muhammad SAW
Akad Nikah :
hari : JUM'AT, 10 Februari 2012
waktu : 09.00 wib s/d selesai
Bertempat : Masjid Jami' Batu Taba
Walimatul 'Ursy yang insya Allah akan diselenggarakan pada :
Hari : Sabtu, 11 Februari 2012
Waktu : 10.00 wib s/d Selesai
Bertempat : Jorong Pincuran VII (Belakang kampus I PPMD Pasia), Ampek Angkek, Agam, Sumatera Barat.
Akad Nikah :
hari : JUM'AT, 10 Februari 2012
waktu : 09.00 wib s/d selesai
Bertempat : Masjid Jami' Batu Taba
Walimatul 'Ursy yang insya Allah akan diselenggarakan pada :
Hari : Sabtu, 11 Februari 2012
Waktu : 10.00 wib s/d Selesai
Bertempat : Jorong Pincuran VII (Belakang kampus I PPMD Pasia), Ampek Angkek, Agam, Sumatera Barat.
“Apakah Tuhan Itu Ada ?”
Apa
Tuhan itu ada?
Ada
seorang pemuda yang lama sekolah di negeri paman Sam kembali ke tanah air.
Sesampainya dirumah ia meminta kepada orang tuanya untuk mencari seorang Guru
agama, kiai atau siapapun yang bisa menjawab 3 pertanyaannya. Akhirnya Orang
tua pemuda itu mendapatkan orang tersebut.
Pemuda
: Anda siapa? Dan apakah bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan saya?
Kyai
: Saya hamba Allah dan dengan izin-Nya saya akan menjawab pertanyaan anda
Pemuda
: Anda yakin? sedang Profesor dan banyak orang pintar saja tidak mampu menjawab
pertanyaan saya.
Kyai
: Saya akan mencoba sejauh kemampuan saya
Pemuda
: Saya punya 3 buah pertanyaan
1.
Kalau memang Tuhan itu ada, tunjukan wujud Tuhan kepada saya
2.
Apakah yang dinamakan takdir
3.
Kalau syetan diciptakan dari api kenapa dimasukan ke neraka yang dibuat dari
api,tentu tidak menyakitkan buat syetan. Sebab mereka memiliki unsur yang sama.
Apakah Tuhan tidak pernah berfikir sejauh itu?
Tiba-tiba
Kyai tersebut menampar pipi si Pemuda dengan keras.
Pemuda
(sambil menahan sakit): Kenapa anda marah kepada saya?
Kyai
: Saya tidak marah...Tamparan itu adalah jawaban saya atas 3 buah
pertanyaan
yang anda ajukan kepada saya
Pemuda
: Saya sungguh-sungguh tidak mengerti
Kyai
: Bagaimana rasanya tamparan saya?
Pemuda
: Tentu saja saya merasakan sakit
Kyai
: Jadi anda percaya bahwa sakit itu ada?
Pemuda
: Ya
Kyai
: Tunjukan pada saya wujud sakit itu !
Pemuda
: Saya tidak bisa
Kyai
: Itulah jawaban pertanyaan pertama: kita semua merasakan keberadaan Tuhan
tanpa mampu melihat wujudnya.
Kyai
: Apakah tadi malam anda bermimpi akan ditampar oleh saya?
Pemuda
: Tidak
Kyai
: Apakah pernah terpikir oleh anda akan menerima sebuah tamparan dari saya hari
ini?
Pemuda
: Tidak
Kyai
: Itulah yang dinamakan Takdir
Kyai
: Terbuat dari apa tangan yang saya gunakan untuk menampar anda?
Pemuda
: kulit
Kyai
: Terbuat dari apa pipi anda?
Pemuda
: kulit
Kyai
: Bagaimana rasanya tamparan saya?
Pemuda
: sakit
Kyai
: Walaupun Syeitan terbuat dari api dan Neraka terbuat dari api, jika Tuhan
berkehendak maka Neraka akan Menjadi tempat menyakitkan untuk syeitan.
Jumat, 10 Februari 2012
Sejarah Singkat
LATAR BELAKANG SEJARAH
1.
Cikal
Bakal Dunia Pendidikan di Ranah Minangkabau
Minangkabau tempo dulu terkenal sebagai “gudangya intelektual”
ketika masa Haji Agus Salim, Sutan Syahrir Tan Malaka, Muhammad Yamin, Khairul
Saleh, tokoh pendidik Moh. Syafe’i, dan lain-lain merupakan suatu kenyataan
bahwa Minangkabau sejak dulu memiliki kader leadership yang berdedikasi tinggi
yang pernah dilahirkan oleh ruang-ruang pendidikan di Sumatera Barat.
Pembukaan pintu ke dunia intelektual di Sumatera Barat yang terkenal
dengan nama Minangkabau sejak dahulu itu telah ditandai semenjak lebih dari dua
abad yang lampau, di mana pada tahun 1856 oleh pemerintah Hindia Belanda waktu
itu yang untuk pertama kalinya mendirikan sebuah sekolah di Bukittinggi, khusus
diperuntukkan bagi anak-anak Bumi Putera yang berlokasi di Muka Tangsi Birugo,
terkenal dengan nama Kweek School.
Kweek School hanya menerima para anak
didiknya dari kalangan anak Demang, Laras dan anak-anak bangsawan yang sudah
teruji kesetiaannya kepada Wilhelmina (penguasa Hindia Belanda waktu
itu). Oleh bangsa awak waktu itu dinamailah sekolah Kweek School
dengan sebutan Sekolah Raja.
Tahun pertama Sekolah Raja (Sikolah Rajo) di Bukittinggi itu telah
mencatat muridnya sebanyak 10 orang. Sepuluh tahun kemudian, yakni tahun 1866,
Kweek School Bukuittinggi sudah meluluskan anak didiknya sebanyak 49 orang.
Tamatan Sekolah Raja tersebut sebagian besar ditampung bekerja pada
kantor-kantor pemerintah Hindia Belanda untuk melancarkan administrasi, 12
orang diantaranya menyumbangkan ilmu pengetahuannya di bidang pendidikan
sebagai guru.
Tamatan Kweek School yang
berjumlah dua belas orang itulah yang menjadi pionir pertama merintis
pengembangan pendidikan secara modern di Sumatera Barat, dan dengan jasa
merekalah itu pulalah, Belanda menempatkan lulusan Kweek School Bukittinggi
pada sekolah-sekolah rendah yang dinamai dengan Gubernement. Sekolah
Gubernement kebanyakan anak didiknya terdiri dari orang-orang pribumi, bangsa
Melayu, sehingga oleh orang awak di waktu itu sekolah Gubernement populer
dengan sebutan Sekolah Melayu.
Dapat dicatat bahwa sampai pada permulaan abad ke-20, semua
sekolah-sekolah yang didirikan oleh Belanda, muridnya terbatas untuk anak
bangsawan atau anak saudagar yang membayar blasting yang besar, namun
harus diakui sekolah-sekolah tersebut merupakan cikal bakal terbukanya pintu
pengetahuan pertama kepada masyarakat Minangkabau.
Pendidikan
Islam dan Madrasah
Leadership orang Minagkabau tempo dulu tidaklah semata-mata dibentuk
oleh sekolah-sekolah yang didirikan oleh Belanda saja, tetapi perkembangan
leadership di Sumatera Barat sudah dimulai semenjak muballigh-muballigh Islam
dari Timur Tengah menginjakkan kakinya di Minangkabau pada awal abad ke-16.
Sehingga pada tahun-tahun selanjutnya banyaklah putra-putra Minangkabau yang
semula pendidikannya hanya terbatas di surau-surau, kemudian dapat melanjutkan
pendidikannya ke Mekkah.
Tercatatlah pada akhir
abad ke-19, seorang putra Minangkabau yang berasal dari Ampek Angkek Kabupaten
Agam menjadi mufti dalam madzhab Syafi’i di Mekkah serta memberikan
pelajaran di Masjidil Haram, beliau adalah Syekh Ahmad Khatib.
Kepada Syekh Ahmad
Khatib di Mekkah itulah putra-putra Minangkabau yang telah digembleng di
surau-surau berguru dan memperdalam keilmuannya di sana. Sekembalinya anak-anak surau ke kampung
halamannya di Minangkabau, mereka langsung menjadi pionir perkembangann dan
pembangunan intelektual di lapangan dunia Islam.
Ulama dan
murid-murid Syekh Ahmad Khatib itulah yang kemudian terkenal sebagai ulama dan
muballigh-muballigh kharismatik dan luas pengetahuan agamanya, sebutlah
diantaranya Haji Abdul Latief Syakur dari Ampek Angkek, Syekh Sulaiman Ar
Rasuli dari Candung, Syekh Abdul Karim Amarullah dari Maninjau, Haji Abdullah
Ahmad dari Padang, A. Abdul Latif dari Balingka, Syekh Abbas Abduh dari Padang
Japang, Syekh Moh. Jamil Jao dari Padang
Panjang, Syekh Moh. Thaib Umar dari Sungayang Batu Sangkar, dan Syekh Ibrahim
Musa dari Parabek.
Syekh dan
muballigh-muballigh tersebutlah yang meletakkan sendi-sendi bagi pembaharuan,
perubahan dan perkembangan terhadap sekolah-sekolah dan madrasah di Sumatera
Barat waktu itu, terdapat juga diantara para ulama dan muballigh yang sekaligus
merupakan peletak dasar-dasar intelektualitas di kalangan pemimpin-pemimpin
Islam.
Para
ulama-ulama tersebut terjun dan turun tangan membuka sekolah-sekolah dan
madrasah Islam yang modern dengan memadukan metode pelajaran agama dengan ilmu
pengetahuan umum. Sistem belajat anak didik tidak lagi mempergunakan “metode
surau” yang murid-muridnya duduk bersimpuh di ruangan surau pada pojok yang
sempit jauh dari penerangan.
Metode surau telah
berlalu, sesuai dengan tuntutan zaman, sinar kebangkitan Islam mulai bergeliat,
para ulama dan pendidik mempergunakan metode pembaharuan dengan memakai
bangku-bangku tempat belajar. Di sekolah dan madrasah telah memanfatkan
peralatan-peralatan sebagaimana dipakai oleh sekolah-sekolah yang dibina oleh
Pemerintah Hindia Belanda.
Puncaknya, pada
tahun 1908 di Padang didirikan sebuah sekolah oleh Haji Abdullah Ahmad yang
diberi nama “Adabiyah School”, di Batu Sangkar berdiri pula “Madrasah
School” yang diprakarsai pembangunannya oleh Syekh Thaib Umar pada tahun
1909. Kemudian pada tahun 1915 di Padang Panjang berdirilah Diniyyah School
yang didirikan oleh Zainuddin Labai, sedangkan Haji Abdul Karim Amarullah
mendirikan pula Sumatera Thawalib di Padang Panjang, kemudian diikuti
pula Syekh Ibrahim Musa Parabek pada tahun 1921 di Parabek.
2.
Pendidikan
Agama Islam di Ampek Angkek
Awal abad ke-19 di Ampek Angkek hadirlah seorang ulama yang sangat
besar peranan dan pengaruhnya, seorang ulama yang ternama dan sangat disegani,
dikenal dengan nama Tuanku Nan Tuo.
Kebesaran serta keberanian Tuanku Nan Tuo itu mendapat perhatian
khusus dari Harimau Nan Salapan. Tuanku Nan Tuo diminta bersedia untuk memimpin
Gerakan Harimau Nan Salapan di Minangkabau dan dijadikan sebagai imam untuk
meratakan pengaruh Islam di ranah Minangkabau.
Ajakan dan niat untuk memimpin Gerakan Harimau Nan Salapan itu,
tidak direspon oleh Tuanku Nan Tuo, beliau tidak sepakat dengan cara-cara yang
mengedepankan kekerasan dan revolusi yang dipakai oleh Harimau Nan Salapan.
Menurut Tuanku Nan Tuo, apabila sudah ada seseorang yang beriman di dalam suatu
negeri dan kampung, maka tidak boleh negeri dan kampung tersebut diserang
dengan kekerasan, oleh karena kekerasan hanya akan mengakibatkan kebinasaan dan
kehancuran serta permusuhan.
Pendekatan yang dipakai oleh Tuanku Nan Tuo tersebut, telah membawa
angin perubahan alam pikiran anak Minangkabau di waktu itu. Semangat
pembaharuan tetap hidup dan terus berkembang melaju pesat mengikuti jalannya
sejarah. Cara-cara yang dikembangkan oleh Tuanku Nan Tuo adalah cara yang lebih
sesuai dengan alam kepribadian orang Minangkabau yang telah mengakar dan tumbuh
menjadi tradisi, yakni cara musyawarah dan mufakat. Dari sinilah
terjalinnya suatu kompromi yang harmonis dan bersinergi dari pada adat
dan agama, bahkan sampai sekarang di Minangkabau masyarakatnya adalah
orang yang taat memegang agamanya dengan falsafah hidup adat basandi
syara’, syara’’ basandi kitabullah.
3.
Keturunan
Tuanku Nan Tuo
Tuanku Nan Tuo mempunyai putera sekaligus muridnya sendiri yaitu
Jalaluddin Faqih Sagir. Jalaluddin Faqih Sagir mempunyai anak yang kemudian
dikenal yang bernama Muhammad Salim dengan gelar Faqih Muhammad atau lebih
popoler dengan sebutan Syekh Muhammad Cangking.
Dari Syekh Muhammad Cangking inilah lahirnya Syekh Thaher
Jalaluddin, sedangkan hubungan Syekh Thaher Jalaluddin dengan Syekh Ahmad
Khatib adalah saudara sepupu turunan ibu (dunsanak ibu). Dari segi kekeluargaan
Syekh Thaher Jalaluddin dengan Syekh Ahmad Khatib adalah satu kaum, satu
penghulu yaitu Datuk Bagindo Laras Ampek Angkek.
4.
Lahirnya
Madrasah Diniyyah di Pasia Ampek Angkek
Dari sekian banyak berdirinya perguruan dan madrasah-madrasah di
Sumatera Barat, dalam arus riak dan gelombang yang menuju perkembangan
pendidikan, dapat dicatat pula di dalam perbendaharaan pertumbuhan dunia
pendidikan madrasah, ialah berdirinya Madrasah Diniyyah di Pasia pada
tanggal 11 Oktober 1928.
Sebagai pembangun dan sponsor berdirinya Madrasah Diniyyah ini
adalah salah seorang anak didik dan asuhan dari Syekh Muhammad Cangking, yaitu Haji
Muhammad Isa, yang dibantu oleh kawan-kawan beliau yang lain dan selalu
aktif untuk mewujudkan cita-cita luhur nan mulia, yaitu pendidikan dalan upaya
mencerdasakan kehidupan anak bangsa sebagai salah satu perjuangan untuk
melepaskan diri dari cengkeraman kolonialisme saat itu.
Nagari Pasia
Nagari Pasia terletak di bahagian Timur daratan tinggi Agam, yang
jaraknya dengan kota
Bukittinggi ± 3 KM menurut jarak lurus. Nagari Pasia terletak di dalam wilayah
Kecamatan Ampek Angkek, pada posisi ± 0 3’ Lintang Selatan (LS) dan ± 100 27’
Bujur Timur (BT). Luas Nagari Pasia ± 0,90 KM persegi atau ± 90 ha.
Menurut legenda yang turun temurun, asal usul nama Pasia diberikan
oleh pelancong pertama yang datang melihat daerah ini, banyak tumpukan pasia,
diperkirakan sebelumnya ada banjir besar di Gunung Merapi, sehingga sampai kini
dinamai Nagari Pasia.
Berbicara mengenai pendatang pertama di Nafari Pasia, sangat
berhubungan erat dengan asal usul pendiri Nagari Keluarga Ampek Anggkek. Yang
mula-mula datang dari Pandang Panjang sampai ke Balai Gurah sebagai nagari
pertama yang dinamai Ampek Angkek.
Keberadaan penduduk Pasia, adalah merupakan penyebaran penduduk dari
Ampang Gadang dan Batu Taba, dan tidak langsung dari Balai Gurah. Anak
kemenakkaan dari pasukuan yang turun dari Balai Gurah ke Ampang Gadang dan Batu
Taba yang sudah berkembang itulah datang ke Pasia.
B.
SEJARAH
PANJANG PERJALANAN DI TIGA ZAMAN PERGURUAN DINIYYAH
1.
Zaman Kolonialisme
Pada zaman
ini terbagi kepada dua fase kolonialisme; Zaman Belanda, dimana Madrasah
Diniyyah lahir pada masa ini sampai tahun 1943, dan berikutnya zaman Jepang
yang masuk setelah Belanda hengkang selama tiga setengah tahun sampai
diproklamirkannya kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945.
Pada permulaan
berdirinya dulu keadaan lingkungan sosial-politik tanah air waktu itu, tidak
memberi kesempatan luas bagi rakyat untuk menyekolahkan anaknya, karena
pemerintah kolonial Belanda tidak memberi fasilitas pendidikan bagi rakyat
banyak. Keadaan masyarakat yang tertekan dan haus akan pendidikan itulah yang
menjadi pendorong bagi orang-orang yang sadar waktu itu, dalam mendirikan
sekolah agama, sebagai pengganti atau menutupi ketiadaan fasilitas belajar yang
memadai bagi anak dan generasi muda pada umumnya, kendatipun jalannya
tersendat-sendat karena banyaknya rintangan dan halangan yang dibuat dengan
sengaja oleh penjajah Belanda terhadap pendidikan bangsa.
Penjajah Belanda
terpaksa meninggalkan Indonesia,
karena kalah perang, akan tetapi Jepang datang menggantikannya. Dalam bidang
pendidikan, tidak banyak yang diperbuat oleh penjajah Jepang, bahkan kehidupan
rakyat Indonesia
waktu itu terpuruk sangat memprihatinkan akibat kebijakan Jepang yang sedang
dalam masa perang dunia II.
Sawah-sawah hampir
tidak menghasilkan, karena biasanya hanya tiga atau empat deret padi saja yang
ditepi yang menghasilkan padi, selebihnya habis dimkan hama tikus, dan hasil yang sedikit itupun
harus diberikan sekian persennya kepada Jepang sebagai sumbangan memenangkan
peperanagan Asia Timur Raya.
Di mana-mana kelihatan
penyakit busung lapar; lutut besar, perut kembung, paha dan betis kecil, serta
badan kurus kerempeng. Begitulah kira-kira gambaran bagaimana sulitnya
kehidupan pada masa penjajahan.
Di tengah sulitnya
situasi dan perekonomian, Madrasah Diniyyah tetap berupaya terus dapat
melangsungkan proses pembelajaran.
Program pendidikan
pada waktu itu ditempuh selama delapan tahun pendidikan, yang diawali dari
kelas I-A dan I-B, kemudian kelasa II, III, IV, V, VI dan VII sebagai kelas
akhir. Siswa kelas akhir wajib mengikuti ujian akhir, yang mana para mumtahinnya
berasal dari kalangan ulama-ulama besar dari berbagai daerah pada waktu itu,
seperti Prof. Mahmud Yunus dan Prof Mukhtar Yahya keduanya dari
Padang, Ustadz Nasaruddin Thaha dan Buya Haji Zainuddin Hamidy keduanya
dari Payakumbuh, Buya Haji Ajhuri Musa Hamzah dari Batu Sangkar,
Ustadz Haji Badaruddin Zen dari Padang Panjang, Ustadz Abdurrahaman
Hanafi dari Pariaman, Syekh Ibrahim Musa dan Buya Haji Bustami A. Gani, keduanya dari Parabek
Bukittinggi, Buya Zulkarnain dari Suliki Payakumbuh, Ustadz Abdul
Lathif Syakur dan Buya Ualaluddin Rajo Endah, keduanya dari Ampek
Angkek, Ustadz H. Abdur Rahman, Buya H.A. Malik Khalid dan Ustadz
Mawardi Muhammad, ketiganya dari Bukittinggi, Syekh H. Abbas dari
Padang Japang Payakumbuh, dan lain-lain.
Walau kebanyakan para
pengajarnya kurang begitu menguasai bahasa Arab aktif, tapi dari segi
penguasaan qawaid dan pengetahuan agama Islam tak diragukan lagi, mereka
memiliki keahlian dan kemahiran masing-masing.
Dalam satu lokal murid
laki-laki dan perempuan dibatasi dengan sakram (hijab). Pada masa ini belum
mengenal sistem asrama, para siswa berangkat dari rumah masing-masing dengan
berjalan kaki. Setiap hari Sabtu para siswa berkesempatan libur sekolah, mereka
biasanya memanfaatkannya untuk membantu orang tua berladang ataupun ikut
berniaga hasil bumi dan kerajinan lainnya di pasar. Konon alasan kenapa
liburnya hari Sabtu, karena kebanyakan para pengurus Madrasah Diniyyah dan
sebagian guru-gurunya adalah juga berprofesai sebagai pedagang, sehingga hari
itu adalah kesempatan terbaik untuk mendulang nafakah hidup.
Buku pelajaran/kitab
yang dipakai setiap kelas berbeda-beda sesuai tingkatannya. Apabila tahun
ajaran berakhir, kitab yang dipakai berganti dengan yang lebih besar, lebih
tebal, sekalipun belum tuntas dipelajari. Setiap guru memiliki kualifikasi
keilmuan masing-masing, seperti guru di bidang tauhid, tafsir, hadits, bahasa,
dan lain-lain.
Di antara keberhasilan
sistem pembelajaran waktu itu, murid senior mampu mengajar, menggantikan guru
yang berhalangan hadir, di kelas di bawahnya.
Konsentrasi pelajaran
yang dikaji lebih kepada pengetahuan dan pendalaman ilmu-ilmu agama (dirasah
Islamiyyah) dengan referensi pokok kitab-kitab kuning, kecuali pelajaran
bahasa Nippon pada zaman Jepang terpaksa
termasuk diantara yang dipelajari.
Kurikulum/silabus
pembelajaran mengacu kepada materi yang tersaji di kitab, belum ada sistem
kurikulum seperti yang kita kenal dewasa ini. Akan tetapi dari sisi metode sudah menerapkan sistem pendidikam modern,
ini dibuktikan diantaranya dengan adanya ujian kenaikan kelas setiap akhir
tahun dan pembagian rapor hasil belajar. Siswa yang memperoleh nilai terbaik
mendapatkan hadiah berupa kitab yang akan dipakai pada tahun berikutnya.
Kemudian sarana belajar sudah menggunkan meja dan bangku, dan papan tulis serta
peralatan pendukung lainnya. Kelompok-kelompok belajar sudah terprogram secara
bertingkat sesuai tingkatan keilmuan para muridnya.
Sebagai pelajaran
tambahan yang turut mendukung sikap, mental dan keterampilan siswa, Madrasah
Diniyyah memberikan pelatihan berpidato yang disebut dengan muhadharah.
Setiap siswa mendapatkan kesempatam secara bergilir di mimbar di bawah
bimbingan guru. Bila ada undangn dari masyarakat, para siswa turut
berpatisipasi mengisi acara-acara keagamaan. Kemudian shalat Zhuhur dan Ashar
yang selalu dilaksanakan secara berjamaah di masjid Usang Pasia.
Proses pembelajaran
berlangsung dari pagi sampai sore, berhubung lokal belajar yang terbatas, para
siswa dibagi menjadi lokal pagi dan lokal sore. Kelas I-A, I-B, II dan III
belajar di waktu sore, dan kelas IV, V, VI dan VII belajar di pagi harinya.
Perbedaan waktu belajar tidak mengurangi kekhusyuan parasiswa dalam
mengikuti pelajaran.
Lahirnya IMURDI
Memasuki zaman kolonial Jepang, situasi pada saat itu tambah sulit
dengan diterapkannya sistem kerja paksa (Romusa) untuk kepentingan penjajah,
maka para pengurus coba mengambil inisiatif dengan membidaani dibentuknya
ikatan murid-mirid Diniyyah yang disingkat dengan IMURDI, sebagai
strategi agar murid-murid Madrasah Diniyyah memiliki cukup alasan untuk tidak
dilibatkan dalam keharusan romusa tersebut. Di samping tujuan lain IMURDI
dibentuk adalah untuk memberikan kesempatam murid-murid Madrasah Diniyyah
mendapatkan pengalaman berorganisasi.
Konon, gedung yang
dimiliki Madrasah Diniyyah saat itu, kini gedung kampus I, merupakan gedung
yang cukup terpandang, bangunannya megah dan berrelief dinding yang
rancak bila dibanding madrasah-madrasah lainnya.
Kunci Sukses Diniyyah Tetap Eksis
Tak sedikit
sekolah agama atau madrasah yang sebaya pada waktu itu yang kini tidak lagi
kita jumpai wujudnya, kecuali hanya tinggal cerita dan sedikit jejak
peninggalannya, lembaga pendidikan tersebut kini banyak yang tinggal namanya,
atau setidaknya sudah berubah haluan dari semula eksis bergerak di bidang pengkaderan
ummat, sekarang asal berjalan apa adanya sudah cukup. Madrasah Diniyyah tidak
demikaian, alhamdulillah, puji syukur, ini adalah karunia dari Allah Subhanahu
wa Ta’ala, lembaga kita masih ada dan tetap eksis hingga saat ini, dan
insya Allah generasi pelanjut setelah kita pun akan selalu siap menngabdi demi
eksistensi Diniyyah yang kita cintai. Kunci sukses Diniyyah tetap kokoh dari
awal berdiri hingga saat ini, diusianya yang memasuki 80 tahun, walau di tengah getirnya masa-masa sulit pada
zaman penjajahan, adalah sterilnya Perguruan Diniyyah dari berbagai kepentingan
politik maupun pengaruh ormas-ormas tertentu. Sejarah mencatat, walau sebagian
pengurus dan guru-guru Madrasah Diniyyah ada yang aktif sebagai pengurus dan
anggota di Muhammadiyah maupun di Masyumi, namun secara kelembagaan, Diniyyah
tidak berkiblat (memihak) kepada salah satu dari semua itu.
Diniyyah Ditutup Selama Sepuluh Hari dan Awal Lahirnya BEMURDI
Pada tahun 1943, adalah tahun kelam dalam perjalanan Madrasah
Diniyyah, di tengah himpitan ekonomi dan situasi politik yang sedang memuncak,
Madrasah Diniyyah dihadapkan kepada kondisi keuangan yang seret, tak seberapa
uang yang masuk dari iuran siswa, sekalipun diberikan kelongggaran
dibolehkannya iuran diganti dengan beras atau bahan makanan lainnya, tapi itu
tidak cukup membantu. Honor-onor guru tidak terbayar kecuali hanya sedikit yang
bisa diberikan.
Oleh sebab itu, dan
dengan persetujuan pengurus, kegiatan pembelajaran ditutup (dihentikan
sementara) sampai kondisi memungkinkan lagi. Tapi itu tidak berlangsung lama,
hanya dalam tempo sepuluh hari, kegiatan belajar mengajar kembali berjalan, ini
berkat inisiatif para pecinta Diniyyah dan para pemuda yang pernah menjadi
murid di Diniyyah mengadakan rapat untuk mencari solusi atas masalah yang
dihadapi Diniyyah. Maka pada bulan Juli-nya, dalam rapat yang banyak dihadiri
peserta disepakati satu kesepakatan tentang upaya penyelamatan Madrasah
Diniyyah dari keterpurukan.
Dalam rapat itu
dicetuskan putusan mengadakan satu organisasai bekas murid-murid Madrasah
Diniyyah yang disingkat dengan BEMURDI. Diantara putusannya adalah
memilih pengurus inti dan juga mengangkat pengurus tingkat jorong di
wilayah-wilayah sekitar sebagai fasilitator dalam penggalanagan dana untuk
Madrasah Diniyyah.
Dukungan dan bantuan
baik berupa moril maupun materil dari BEMURDI dan para dermawan dari kaum
muislimin dapatlah meringankan beban pengurus dalam belanja rutin dan biaya
operasional lainnya serta dana pembangunan Madrasah Diniyyah. Semoga Allah SWT.
membalas mereka dengan pahala berlipat atas semua derma yang telah diberikan.
Hal ini secara
berangsur-angsur berlanjut dan berkembang terus.
Profil Ustadz Ismail Saleh, Kepala Madrasah Diniyyah Tahun 1930-1966
Ustadz Ismail Saleh menjabat sebagai kepala Madrasah Diniyyah selama
± 36 tahun. Sebuah pengabdian dalam kurun waktu yang cukup panjang, pengabdian
yang tulus tiada pamrih. Seorang pemimpin kharismatik dan disegani oleh
rekan-rekan kerja dan diteladani oleh murid-muridnya. Beliau tegas dalam
mengambil kebijakan, namun tetap santun dan penuh wibawa.
Dalam setiap kegiatan
muhadharah, demi tercapainya kegiatan yang efektif dan tepat tujuan, beliau
langsung memimpin, mengoreksi bila ada yang keliru dan memberikan apresiasi dan
penilaian kepada murid-muridnya yang tampil di atas podium.
Ustadz Ismail Saleh
tidak pernah memaksakan hati untuk merubah ataupun mewarnai arah dan kebijakan
Madrasah Diniyyah untuk berafiliasi kepada salah satu partai politik maupun
ormas Islam waktu itu. Walau sesungguhnya peluang tersebut terbuka lebar,
karena dua alasan sebagai berikut: Pertama, beliau adalah
pemegang kebijaakn eksekutif di Madrasah Diniyyah, sementara di Masyumi beliau
tercatat sebagai salah seorang pengurus teras, dan juga berasal dari keluarga
Muhammadiyah. Kedua, Masyumi dan Muhammadiyah memilki misi yang
sama yakni sebagai kendaraan dalam mencapai kejayaan Islam dan kaum muslimin (‘izzatul
Islam wal muslimin), hanya pola dan strategi yang berbeda, Masyumi bergerak
di bidang politik praktis, sedangkan Muhammdiyah sebagai ormas yang konsen di
bidang dakwah dan pemberdayaan ummat.
Beliau sadar betul
bila Madrasah yang dipimpinnya terjebak kepada kesibukan yang bersifat idiologi
sektoral, maka Diniyyah akan terjebak dalam persimpangan yang beresiko dan
dilematis di kemudian hari, dan bukan tidak mungkin terjadi instabilitas
internal yang bisa mengakibatkan kehancuran lembaga. Diniyyah harus tetap
netral dan bebas dari berbagai kepentingan individu maupun kelompok tertentu.
Diniyyah adalah asset dan milik ummat, ia adalah tanggung jawab kini dan
pertaruhan masa depan. Diniyyah berdiri di atas dan untuk semua golongan.
Dalam mengelola
Madrasah Diniyyah, beliau selalu berupaya keras all out dengan waktu dan
pikirannya. Beliau sangat mengutamakan kepada profesionalitas guru sebagai guru
bidang studi, dengan kata lain beliau hanya mendelegasikan untuk mengajar suatu
pelajaran kepada guru yang menguasai di bidangnya. Alasan beliau sederhana,
keberhasilan siswa dalam belajar sangat ditentukan oleh kesiapan (kualitas)
guru dalam mengajar.
Beliau adalah sosok
yang bersahaja, pantang menyerah, inovatif dan bergairah. Beliau tetap
menampilkan semangatnya di hadapan para siswa hingga murid-murid Madrasah
Diniyyah pun terpacu lebih semangat dalam belajar walau harus datang dengan berjalan
kaki di tengah terik matahari dari rumah ke sekolah, walau di tengah masa yang
sulit dan mencekam akibat perang. Semoga jasa-jasa dan pengabdian beliau, Allah
jualah yang membalas dan menempatkannya dengan rahmat dan keampunan-Nya. Kepada
kita generasai pelanjut hendaknya dapat mengambil uswah yang baik dalam
perjalanan hidup kita .….
Beberapa Peristiwa Penting Lainnya:
1.
11
oktober 1928, Pembangunan gedung pertama Madrasah
Diniyyah dengan kapasitas 7 lokal sekaligus awal berdirinya Madrasah Diniyyah
di Pasia Ampek Angkek Kabupaten Agam.
2.
11 oktober 1953, Pembangunan gedung
tambahan Madrasah Diniyyah dengan kapasitas 7 lokal (tingkat satu: 5 lokal dan
tingkat dua: 2 lokal).
3.
Tahun
1936, Madrasah Diniyyah mewisuda tamatan angkatan
pertama sebanyak ± 21 orang (13 putra dan 9 putri). Salah seorang diantaranya
adalah Ibu Nurbayan, ± 90 th, tim penulis buku milad berkesempatan berkunjung
di kediamannya di Koto Tuo pada tanggal
Juli 2008.
2.
Zaman Pasca Kemerdekaan
Memasuki era
kemerdekaan, pemerintah mulai berbenah termasuk perhatian di bidang pendidikan
dengan membuka kesempatan belajar seluas-luasnya bagi rakyat untuk mendapatkan
pendidikan. Berbeda dengan sekolah-sekolah yang bersifat umum, sekolah-sekolah
agama atau madrasah dalam semua tingkatan berkembang atas swadaya masyarakat
Islam itu sendiri, termasuk Madrasah Diniyyah.
Pada zaman ini,
Madrasaah Diniyyah menerapkan sistem yang berbeda dengan sebelumnnya dalam lama
wajib belajar dan muatan kurikulum. Ini tak lepas dari tuntutan penyesuaian
dengan perkembangan dan kebutuhan waktu itu. Maka pada zaman ini, Madarasah
Diniyyah memadukan kurikulum program Madrasah Diniyyah dengan kurikulum
pemerintah (PGAN 4 th dan PGAN 6 th). Di samping bisa mengikuti ujian akhir PGA
Negeri, para siswa juga dapat mngikuti ujian akhir di SMP Negeri dan SMA Negeri
yang disebut dengan ujian ekstranai.
Perkembangan
madrasah-madrasah di Indonesia kian pesat setelah keluarnya SK 3 Menteri
No.6/037/36 tertanggal 24 Maret 1975 dan SK Menteri Agama No. 70 tahun 1976
tentang Persamaaan tingkat/derajat madrasah dengan sekolah umum serta SK Menag
No.5 tahun 1977 tentang Persamaan ijazah madrasah swasta dengan ijazah
sekolah negeri.
Madrasah Diniyyah
dengan kurikulum PGA-nya cukup padat, di samping pelajaran pengetahuan Islam, seperti
tafsir, tauhid, hadits, fiqih, nahwu, sharaf, dan lain sebagainya, juga
dipelajari pengetahuan umum, seperti bahasa Indonesia, bahasa Inggris, aljabar,
ilmu ukur, dan lain-lain. Serta tak kalah penting penyediaan pendidikan
keterampilan, latihan pramuka, muhadharah dan unit kesenian sebagai kegiatan
ekstra kurikuler.
Pembubaran BEMURDI dan Pembentukan Ikatan Alumni
Pada tahun 1970-an,
terasa bahwa organisasi yang mewadahi para lulusan Madrasah Diniyyah, Bemurdi,
telah terlalu kecil lapangan dan bidangnya, perlu adanya perluasan ruang
cakupan dan peremajaan organisasi ini, mengingat semakin banyak dan menyebarnya
anggota Bemurdi, sehingga telah berada hampir di seluruh pelosok tanah air.
Maka timbullah keinginan sesuai zamannya untuk mengadakan reuni bekas
murid-murid Madrasah Diniyyah Pasia.
Pada tanggal 18
Desember 1972 diadakanlah reuni pertama alumni Madrasah Diniyyah di Pasia.
Dalam reuni tersebut disampaikan beberapa pandangan dan prasaran oleh Mayor A.
Munir, Jamaran ‘Arif, dan H. Muchtiar Muchtar.
Kemudian di antara
keputusan reuni adalah: Pertama, membubarkan Bemurdi, Kedua,
membentuk Ikatan Alumni dan Pencinta Madrasah Diniyyah, Ketiga,
membentuk susunan pengurus untuk periode pertama sebagai berikut:
Ketua Umum : A. Munir
Ketua I : Ali Amran Zaini
Ketua II : H. Muchtiar Muchtar
Sekretaris I : Muslim D. St. Mantari
Sekretaris II : Kasman K.
Bendahara : Jamaran ‘Arif
Anggota :
Mukhsinah MBA.
Alhamdulillah, alumni
dan para pencinta Madrasah Diniyyah telah banyak memberikan bantuan terutama
untuk pembangunan dan perbaikan gedung dan sarana Madrasah Diniyyah.
Perayaan Hari Ulang Tahun Setengah Abad Perguruan Madrasah Diniyyah
11 Oktober 1978, Perguruan Madrasah Dinyyah merayakan hari ulang
tahunnya yang ke-50, dengan susunan pengurus inti sebagai berikut: Ali Amran
Zaini sebagai ketua umum, dan dibantu oleh Kaharuddin Yasin, Haji Rusila AM.,
dan Drs. Mahyuddin Rahman sebagai sebagai ketua I, II dan III. Kemudian Muslim D. St.
Mantari sebagai sekretaris umum, dan dibantu oleh Akmam Bsy, dan Zahirdin
sebagai sektretaris I dan II. Adapun bendahara dipercayakan kepada Haji Jabir
Khatib.
Turut hadir dan
memberikan sambutan Gubernur Sumatera Barat waktu itu, Ir. Azwar Anas, Kakanwil
Depag Sumbar, Hasnawi Karim, Bupati Agam, A. Syahidin Dt. Bandaro, Kakandepag
Agam, Drs. A. Razak TM., dan Camat Ampek Angkek, Dahlan Bey, BA.. Serta turut
pula menyumbangkan pesan dan pandangan tertulis dari Direktris Direktorat
Perguruan Tinggi Depag, Ibu Dr. Zakiah Darajat, dengan judul: Peranan Madrasah
Dalam Pembangunan.
Dalam rangka
memeriahkan hari ulang tahun, di samping penyelenggaraan acara khatam
al-Qur’an, diadakan pula acara-acara pendukung lainnya seperti pentas seni dan
drama, pertandingan olahraga, lomba anak-anak, pameran dan bhakti masyarakat.
Untuk mengabadikan momen bersejarah tersebut maka diterbitkanlah Buku Milad 50
Tahun Madrasah Diniyyah Pasia yang ditulis oleh Bapak Ali Amran Zaini, Sm.Hk.
dan Bapak Muslim D. St. Mantari.
Beberapa Peristiwa Penting lainnya:
1.
14-16 Desember
1945, Gedung Madrasah Diniyyah dipakai untuk
Kongres Pemuda Se-Sumatera.
2.
Jum’at,
minggu kedua bulan Juli 1946, Kunjungan Bapak Wakil
Presiden, Drs. H. Moh. Hatta, ke Kampus Madrasah Diniyyah dalam rangka
memberikan uraian sekitar Hari Kemerdekaan Republik Indonesia
yang telah diproklamirkan tanggal 17 Agustus
1945 di Jakarta.
Beliau Shalat Jum’at di Masjid Pasia.
3.
10
September 1946, Penetapan Pasia menjadi sebuah
Nagari berdasarkan Keputusan Rapat Eksekutif Pemerintahan Kota Bukittinggi
tertanggal 23 Agustus 1946. Dan sebagai Wali Nagari Pertama dipercayakan kepada
Sjamsoeddin St. Malenggang, beliau adalah alumni Madrasah Diniyyah. Dikukuhkan
kemudian dengan SK Gubernur Kepala Daerah Tk. I Sumatera Barat No.
136/Desa/GSB/1962, tertanggal 8 Desember 1962.
4.
Tahun
1951, Kunjungan anggota DPRS-RI, Sabilal Rasyad ke
Madrasah Diniyyah.
5.
November
1962, Pelaksanaan Kursus Pamong Nagari (KPN)
yang diikuti oleh seluruh Kepala Nagari se-Agam di Gedung Madrasah Diniyyah
sebagai tempat belajar dan pemondokan, dan di Gedung Madrasah Tarbiyah
Islamiyah (MTI) Pasia sebagai tempat konsumsi para peserta kursus.
6.
Sejak
Tahun 1963, Madrasah Diniyyah telah memiliki Band
“IMURDY”. Band ini banyak membawakan lagu-lagu padang pasir (lagu Arab). Dalam berbagai
kesempatan, band ini sering mendapat undangan tampil dari masyarakat.
7.
1963, Pertemuan wali-wali nagari se-Agam.
8.
28 Mei
1963, Pelantikan Kepala Nagari Pasia, Djabir
Chatib, oleh Gubernur Kepala Daerah Tk. I Sumatera Barat, Kaharuddin Dt.
Rangkayo Basa. Anak Nagari merasa bangga dan berterima kasih karena
satu-satunya kepala nagari dilantik oleh Gubernur.
9.
Pada
HUT ke-35 Madrasah Diniyyah, dua unit Drum Band
terbentuk sebagai media dakwah dan syiar Islam. Grup drum band ini banyak
mendapat undangan tampil dalam perayaan-perayaan khatam al-Qur’an di
nagari-nagari sekitar dan Kota Bukittinggi, Padang Panjang dan Payakumbuh.
10.
1970&1971, Kunjungan ulama Mesir, Syekh Ahmad Badawy dan Syekh M..
Mun’im, ke Madrasah Diniyyah.
11.
31
Maret 1974, Kunjungan Direktris Direktorat
Perguruan Tinggi Departemen Agama, Dr. Zakiah Darajat, ke Madrasah Diniyyah
Pasia.
12.
3.
Era Generasi Pembaharuan
a.
Latar
Belakang Berdirinya Yayasan Pengembangan Diniyyah Pasia
Sebagai pemrakarsa, Drs. H. Muchtiar Muchtar, pada bulan Juli 1986,
mengadakan pertemuan dengan Bapak St.
Tumanggung (seorang pengusaha dan tokoh masyarakat Pasia) di Jakarta, untuk
mendiskusikan masa depan Madrasah Diniyyah. Menurut beliau, Diniyyah dalam
perkembangannya sekarang (waktu itu red.) mengalami pasang surut (stagnasi),
maka harus ada pembaharuan (pembenahan) manajemen Diniyyah secara menyeluruh,
kalau menginginkan Diniyyah berkembang stabil dan kompetitif.
Termotivasi dari pendapat tersebut, diadakanlah pertemuan pada
tanggal 18 September 1991, yang dihadiri oleh para alumni dan pecinta Diniyyah,
serta pemuka masyarakat se-Kecamatan Ampek Angkek. Hasil dari pertemuan
tersebut adalah disepakatinya pembentukan Yayasan Pengembangan Diniyyah (YPD), sebagai
suatu badan hukum yang bertindak sebagai badan penyelenggara dari lembaga
pendidikan yang diberi nama Pondok Pesantren
Modern Diniyyah Pasia (PPMD), dan ditunjuk sebagai ketuanya, Drs. H.
Muchtiar Muchtar.
Tujuan utama dari
pembentukan YPD adalah sebagai upaya peningkatan dan pengembangan pendidikan di
Perguruan Madrasah Diniyyah, sesuai dengan kemajuan zaman dan dinamika yang
berkembang yang menuntut adanya perubahan dalam penyelenggaraan pendidikan agar
dapat dihasilkan lulusan yang lebih berkualitas. Serta meningkatkan status
madrasah menjadi pondok pesantren dengan visi: menjadi lembaga pendidikan Islam
yang mampu menghasilkan calon-calon ulama dan cendekiawan muslim.
Berbeda dengan sebelumnya, pola pendidikan di PPMD mewajibkan santri
dan santriwatinya tinggal di asrama dengan pembinaan selama 24 jam.
Konsekuensinya, YPD harus menyediakan gedung asrama santri, di samping
menyesuaikan kurikulum Pesantren dengan program Departemen Agama baik tingkat
Madrasah Tsanawiyah maupun Aliyah.
b.
Perkembangan
Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia
Saat diresmikannya, santri PPMD di kala itu berjumlah 30 orang.
Sementara pembangunan gedung asrama putri baru dimulai pada pertengahan tahun
1992, dengan peletakan batu pertamanya oleh Bapak H. DJamin Dt. Bagindo. Dalam
perkembangan selanjutnya, PPMD, alhamdulillah secara berangsur-angsur mengalami berbagai
kemajuan yang cukup signifikan.
Para pengurus
YPD dan pimpinan PPMD rutin mengadakan pertemuan untuk membicarakan
perkembangan pendidikan dan pembangunan Pesantren. Penyediaan sarana dan
prasarana tak henti terus diupayakan dengan berbagai sumber bantuan yang ada,
baik swadaya masyarakat yang berada di kampung maupun di perantauan terutama
yang di Jakarta,
serta bantuan pemerintah.
PPMD sejak awal diresmikan dipimpin oleh Drs. H. Nawazir Muchtar,
Lc., kemudian pada tahun 2003, ditetapkan Ustadz Nashran Nazir sebagai
direktur, yang dibantu oleh wakil-wakil direktur di bidang kurikulum, bidang
kesiswaan, dan di bidang usaha dan pemeliharaan
sarana.
C.
DAFTAR PARA PENGURUS DAN KEPALA MADRASAH DINIYYAH PASIA DARI
MASA KE MASA
1. Susunan
Pengurus Perguruan Madrasah Diniyyah Pasia Periode Tahun 1928
Ketua Umum : J. Tuanku Tunaro
Ketua I : Haji Muhammad Isa
Ketua II : Haji Sulaeman
Setia Usaha : Ruslan St. Nagari
Bendahara :
Haji Mustafa
Anggota :
M. Jamil Tk. Bandaro Sati
Isa Sutan Majo Indo
Rahman Tuanku
Mudo
Haji Syarkawi
2. Ketua-Ketua
Pengurus Perguruan Madrasah Diniyyah Pasia dari Periode Tahun 1928 s/d 1978
·
J. Tuanku
Tunaro : Tahun 1928 – 1929
·
H.S. Dt.
Tumanggung : Tahun 1929 –
1942
·
Saleh
Mangkuto Sutan : Tahun 1942
– 1947
·
H.S. Dt.
Tumanggung : Tahun 1947 –
1970
·
Mansur
Yasin : Tahun
1070 – 1971
·
Kaharuddin
Yasin : Tahun 1971 –
197..
·
… :
Tahun 19.. – 1991
·
3. Ketua-Ketua
Pengurus Yayasan Pengembangan Diniyyah Pasia dari Periode Tahun 1991 s/d
sekarang
·
Drs. H.
Muchtiar Muchtar : Tahun 1991 –
2001
·
H. Z.Z. Dt.
Indo Kayo : Tahun 2001 –
sekarang
4. Kepala-Kepala
Perguruan Madrasah Diniyyah Pasia
dari Periode Tahun
1928 s/d 1991
·
A. Rahman
Tk. Mudo : Tahun 1928 –
1930
·
Ismail
Saleh :
Tahun 1930 – 1966
·
Ali Amran
Zaini, Sm.Hk. : Tahun 1966 –
1970
·
Kasim Zen : Tahun 1970 –
1977
·
Dra.
Busyra D. :
Tahun 1977 – 19..
·
Ali Amran
Zaini, Sm.Hk. : Tahun 19.. – 1991
5. Pimpinan
Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia
Dari Periode Tahun
1991 s/d sekarang
·
Drs. H.
Nawazir Muchtar, Lc.
- Pemimpin/Direktur : Tahun 1991 – 2003
- Pemimpin : Tahun 2003 –
sekarang
·
Ust. Nashran
Nazir
- Direktur :
Tahun 2003 – sekarang
PENUTUP
Harapan Dan Tantangan
Kini usia Perguruan Diniyyah telah mencapai 80 tahun. Berbagai
catatan kesuksesan dan masa-masa pahit telah dilalui. Masa telah berlalu sekian
larut. Jasa-jasa mereka yang telah berhasil merinits jalan mencapai pembangunan
telah dinikmati, namun tantangan masa terus menjelma dan seakan selulu menanti.
Dalam kurun waktu 80 tahun itu Perguruan Diniyyah telah memberikan
darma bhaktinya dengan menjadikan dirinya sebagai media dan fasilitator bagi
siswa-siswanya untuk meningkatkan kualitas diri ke tangga yang lebih tinggi,
sehingga pada masa sekarang sudah ratusan bahkan ribuan dari mereka yang telah
berkecimpung dalam masyarakat, baik dalam pemerintahan, TNI/Polri, di
perusahaan-perusahaan swasta, bahkan ada yang telah bertugas di luar negeri.
Pada saat kita memperingati milad 80 tahun Perguruan Diniyyah tahun
ini, pantaslah kiranya difikirkan dan direnungkan bahwa kalau orang-orang tua
pada masa lampau telah mampu mendirikan satu perguruan beserta gedungnya yang
begitu indah, maka menjadi sebuah kewajiban bagi generasi sekarang ini untuk
mempertahankan dan meningkatkan serta memperkembangkan Perguruan Diniyyah ke
arah yang lebih baik, baik dari segi kualitas maupun kuantitas, dan hal yang
paling penting adalah mengantarkan siswa-siswanya menjadi alumni yang
bermanfaat di tengah masyarakatnya dan bagi kejayaan agamanya.
Dalam kesempatan ini penulis merasa terpanggil menyampaikan sesuatu
kepada para alumni, para pendidik dan para pengurus, serta segenap keluarga
besar Perguruan Diniyyah sebagai generasi penerus, mari kita bina dan
kembangkan Perguruan yang kita cintai ini, kita adakan perbaikan dan pembenahan
tiada henti ke arah yang lebih bermutu dan lebih bersaing, seirama dengan
pesatnya pembangunan sebagai sebuah tuntutan dan tantangan pada abad ke-21 ini.
Wal-akhir, kita sampaikan kepada seluruh
keluarga besar Perguruan Diniyyah di seluruh tanah air dan di manapun mereka
berada, SELAMAT MEMPERINGATI MILAD PERGURUAN DINIYYAH KE-80, semoga lembaga ini
tetap jaya dan terus konsisten dalam memperjuangkan cita-citanya yang luhur,
abadi dalam mendidik dan mencetak kader-kader muslim mukmin yang berdaya guna
bagi nusa, bangsa dan agama. Dan kepada para perinitis pembangunan Madrasah
Diniyyah, kita panjatkan doa ke hadhirat Allah ‘azza wa jalla,
semoga taburan mutiara yang telah mereka semaikan, dapat berkembang terus serta
dapat diwariskan dari satu generasi ke genersasi berikutnya. Insya Allah! (Pen. ZA ’08)
Yayasan Pengembangan Diniyyah
Yayasan Pengembangan Diniyyah (YPD)
Pasia merupakan suatu badan hukum yang bertindak sebagai badan penyelenggara
lembaga pendidikan yang bernama Pondok Pesantren Modern Diniyyah.
YPD didirikan pada tanggal 16 November 1991 berdasarkan hasil rapat
para pengurus dan alumni, simpatisan serta tokoh-tokoh masyarakat yang diadakan
pada tanggal 18 September 1991, yang menyepakati untuk mengembangkan Madrasah
Diniyyah menjadi Pondok Pesantren agar dapat dihasilkan lulusan yang lebih
berkualitas sesuai dengan kemajuan zaman dan dinamika yang berkembang yang
menunutut adanya perubahan ke arah yang lebih baik. Dan disetujui secara
aklamasi yang bertindak sebagai ketua adalah Drs. H. Muchtiar Muchtar.
Pada tanggal 18 Januari 2001, diadakan rapat pleno dengan agenda
pergantian pengurus. Ketua YPD, Drs. H. Muchtiar Muchtar, mengundurkan diri,
setelah selama 10 tahun mengemban jabatan tersebut.
Sesuai Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, bahwa
organ-organ yayasan terdiri dari Pembina, Pengawas, dan Pengurus, masing-masing
berdiri sendiri dan tidak boleh ada jabatan rangkap. Maka dalam rapat itu pula
disepakati pengemban tugas Pembina YPD adalah Drs. H. Muchtiar Muchtar,
dan Ketua Pengurusnya Bapak Zanibar Zubar Dt. Indo Kayo.
Pada saat ini, PPMD telah memiliki kampus I (gedung belajar putra),
kampus II (asrama dan lokal belajar putri) dan kampus III (asrama putra) dengan
kapasitas masing asrama 300 orang, yang dilengkapi dengan masjid, ruang makan,
kamar mandi dan WC. Sarana pendukung lainnya adalah ruang perpustakaan, ruang
kesehatan, kantor tata usaha, kantor kesiswaan, koppontren, asrama guru, dan
sebagian sarana olahraga.
SUSUNAN PENGURUS
YAYASAN PENGEMBANGAN DINIYYAH
PASIA
AMPEK ANGKEK KAB. AGAM
PERIODE
: 2004 – 2009
I. PEMBINA
1. Prof. DR. H. Hasyim Djalal,
MA
2. H. Ali Amran Zaini, SH
3. Drs. H. Asril Saman
4. Drs. H. Djanan Syafi’i
5. H. Ali Umar Zaini Dt. Rajo
Endah
6. H. Mansur Yasin
7. Drs.H. Muchtiar Muchtar
8. N.I. Sutan Rajo
9. Indrawaldi, SH
10. H. Martin
11. Thamrin H.
II. PENGAWAS
- H. Muchlis Ismail, SH
- Dra. Hj. Darmaini Dahlan
III. PENGURUS
1. Ketua Umum :
Z.Z. Dt. Indo Kayo
2. Ketua I :
Zetrizal, SE
3. Ketua II :
Ir. Dedi Arnofri
4. Sekretaris :
M.O. Fauzi
5. Bendahara :
H. Efrizal, B.Sc
IV. SEKSI-SEKSI :
- Ketenagaan dan Pengembangan Pendidikan
a.
Dra. Hj.
Zurlela Dewi
b.
Mustafa
Rahman
c.
H. Zufri
Amaluddin, S.Pd
- Sarana dan Prasarana Pendidikan
a.
Drs. Indra
Mudia
b.
H. Syufri
Burhan, BE
- Dana
a. H. Djabir Kosasih
b. H. Muzilfa
- Unit Usaha
a.
H. Jhon
Herdi, SH
b.
M. Rilfal
Pondok Pesantren
Modern Diniyyah
Pondok Pesantren Modern Diniyyah (PPMD) Pasia yang pada awalnya
bernama Madrasah Diniyyah merupakan lembaga pendidikan Islam yang
diselenggarakan oleh suatu badan hukum yang berbentuk yayasan yang diberi nama
Yayasan Pengembangan Diniyyah yang didirikan pada tanggal 16 November 1991.
PPMD sejak awal dibuka sampai sekarang dipimpin oleh Drs. H. Nawazir
Muchtar, Lc., dan dibantu oleh Ustadz Nashran Nazir sebagai direktur, dan
wakil-wakil direktur di bidang kurikulum, bidang kesiswaan, dan di bidang usaha
dan pemeliharaan sarana.
1.
Perkembangan
Jumlah Santri
PPMD dibuka mulai tahun ajaran 1991-1992 dengan santrinya berjumlah
30 orang. Berikut data perkembangan santri/wati dari tahun ajaran 1991 s/d
2008:
NO
|
TAHUN AJARAN
|
JUMLAH SANTRI/WATI
|
1
|
1991
- 1992
|
30
|
2
|
1992
- 1993
|
70
|
3
|
1993
- 1994
|
93
|
4
|
1994
- 1995
|
88
|
5
|
1995
- 1996
|
108
|
6
|
1996
- 1997
|
229
|
7
|
1997
- 1998
|
239
|
8
|
1998
- 1999
|
255
|
9
|
1999
- 2000
|
371
|
10
|
2000
- 2001
|
454
|
11
|
2001
- 2002
|
504
|
12
|
2002
- 2003
|
455
|
13
|
2003
- 2004
|
498
|
14
|
2004
- 2005
|
521
|
15
|
2005
- 2006
|
518
|
17
|
2006
- 2007
|
476
|
18
|
2007
- 2008
|
513
|
19
|
2008
- 2009
|
514
|
JUMLAH
|
5936
|
2.
Perkembangan
Pembangunan
Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia sebagai suatu lembaga
pendidikan Islam yang merupakan proyek ummat ini telah memasuki tahun ke-15.
Setiap tahun Pengurus YPD selalu berusaha untuk menambah tenaga pengajar,
sarana dan prasarana serta fasilitas lain yang diperlukan untuk penyelenggaraan
pendidikan.
3.
Visi, Misi dan
Strategi
Sebagai lembaga yang bergerak di bidang pendidikan Islam, Pondok
Pesantren Modern Diniyyah memiliki visi dan misi sebagai berikut:
VISI : “ Menjadi lembaga
pendidikan Islam yang mampu menghasilkan calon-calon ulama dan
cendekiawan muslim ”
MISI : “ Membentuk
santri dan santriwati yang bertaqwa, menguasai dasar-dasar pengetahuan Islam,
pengetahuan umum, dan mempunyai keterampilan serta mampu mengembangkan
diri sebagai calon ulama dan cendekiawan muslim ”
Untuk mewujudkan
visi dan misi lembaga sebagaimana disebutkan di atas, maka PPMD menerapkan
strategi-strategi sebagai berikut:
a.
Mendidik
para santri/wati mempunyai akhlak yang mulia sesuai dengan ajaran Islam,
memiliki keimanan dan ketaqwaan yang tinggi.
b.
Membina
dan mendidik santri/wati menguasai dasar-dasar ilmu agama Islam dan pengetahuan
umum sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada perguruan tinggi atau
mengembangkan diri secara otodidak setelah selesai menempuh pendidikan di PPMD
Pasia.
c.
Membina
dan mendidik santri/wati menguasai bahasa Arab, baik muhadatsah, imla’, dan
muthala’ah, beserta pemahamannya, sehingga diharapkan mampu menggali ilmu dan
menerapkan syari’at Islam dari sumber aslinya, al-Qur’an dan as-Sunnah.
d.
Membina
dan mendidik santri/wati menguasai bahasa Inggris agar dapat berkomunikasi
aktif dan mampu mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi.
e.
Membekali
santri/wati dengan berbagai keterampilan sehingga mereka dapat mandiri dan
menciptakan lapangan kerja sendiri.
f.
Menanamkan
semangat beragama, berbangsa dan bernegara sehingga mereka dapat melaksanakan
kewajiban dan bertanggung jawab terhadap tersebarnya sy’iar Islam dan suksesnya
pembangunan Negara Republik Indonesia.
Dari paparan strategi-strategi pendidikan tersebut, maka diharapkan
alumni Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia memiliki kompetensi sebagai
berikut :
a.
Mampu
membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar
b.
Hapal
al-Qur’an sekurang-kurangnya 5 Juz
c.
Mahir
berbahasa Arab dan Inggris
d.
Terampil
berpidato, pramuka dan komputer
e.
Kemampuan
akademik setara MTs dan MA
f.
Memiliki ghirah
Islamiyah (semangat keislaman) yang tinggi.
4.
Prestasi
Sekolah dan Alumni
Berikut di bawah ini merupakan sebagian prestasi yang pernah diraih,
baik atas nama lembaga maupun perorangan:
a.
Terbaik 1
di Sumatera Barat baik perorangan maupun lembaga untuk UAN 2007 Tingkat
Madrasah Aliyah Jurusan IPS
b.
Tamatan
Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia dapat diterima melanjutkan studi di Libya,
Mesir dan beberapa negara lain, serta perguruan tinggi favorit di dalam negeri
c.
Lulus
Ujian Nasional 100% Tahun Pendidikan 2006 dan 2007 Tingkat MA, dan 2006, 2007
dan 2008 Tingkat MTs
d.
Kelas VI
yang belum tamat sudah diminta untuk mengajar di beberapa lembaga pendidikan
Islam di Sumatera Barat
e.
Alumni
yang sudah menyelesaikan pendidikannya di dalam maupun luar negeri ada yang
mengajar, bertugas di local staf di kedubes, manajer perusahaan dan
peranan-peranan strategis lainnya.
PANCA JIWA
Pondok Pesantren Modern Diniyyah
Pasia
Seluruh kehidupan di Pondok Pesantren
Modern Diniyyah Pasia didasarkan pada nilai-nilai yang dijiwai dalam suasana
yang disimpulkan dalam Panca Jiwa sebagai berikut:
1. Keikhlasan
Jiwa ini berarti tulus tanpa pamrih, yakni berbuat sesuatu bukan
karena didorong oleh keinginan utuk mendapatkan keuntungan tertentu. Segala
perbuatan dilakukan dengan niat semata-mata untuk ibadah, lillah. Guru ikhlas
mendidik dan santri ikhlas dididik.
2. Kesederhanaan
Kehidupan di Pondok diliputi oleh suasana kesederhanaan. Sederhana
tidak berarti pasif, tidak berarti miskin dan melarat. Justru dalam jiwa
kesederhanaan itu terdapat nilai-nilai kekuatan, kesanggupan, ketabahan
penguasaan diri dalam menghadapi perjuangan hidup.
Dibalik kesederhanaan ini terpancar jiwa besar, berani maju dan pantang
mundur dalam segala keadaan. Bahkan disinilah hidup dan tumbuhnya mental dan
karakter yang kuat, yang menjadi syarat bagi perjuangan dalam segala segi
kehidupan.
3. Berdikari
Berdikari atau kesanggupan menolong diri sendiri merupakan senjata
ampuh yang dibekalkan Pesantren kepada para santri/watinya. Berdikari tidak
saja berarti bahwa santri/wati sanggup belajar dan berlatih mengeluarkan segala
kemampuan dirinya, tetapi juga berarti Pondok Pesantren itu sendiri sebagai lembaga pendidikan juga harus
mampu berdikari, sehingga tidak perlu menyandarkan kehidupan kepada bantuan
atau belas kasihan pihak lain.
4. Ukhuwwah Islamiyyah
Kehidupan di Pondok Pesantren diliputi suasana persaudaraan yang
akrab, sehingga segala suka dan duka dirasakan bersama dalam jalinan ukhuwwah
islamiyyah. Tidak ada dinding yang dapat memisahkan antara mereka. Ukhuwwah ini
bukan saja selama mereka di Pondok, tetapi juga mempengaruhi kearah persatuan
umat dalam masyarakat, setelah mereka terjun nantinya di tengah masyarakat.
5. Kebebasan yang
Bertanggung Jawab
Bebas yang terukur dan bertanggung jawab dalam berfikir dan berbuat,
bebas dalam menentukan masa depan, bebas dalam memilih jalan hidup, dan bahkan
bebas dari berbagai pengaruh negatif dari dunia luar. Jiwa bebas yang bertanggung
jawab ini akan menjadikan santri/wait berjiwa besar dan optimis dalam
menghadapi segala kesulitan.Hanya saja dalam kebebasan ini sering ditemukan
unsur-unsur negatif, yaitu apabila kebebasan itu disalahgunakan, sehingga
terlalu bebas (liberal) dan berakibat hilangnya arah dan tujuan (prinsip).
Sebaliknya ada pula yang terlalu bebas (untuk tidak mau
dipengaruhi), berpegang teguh pada tradisi yang dianggapnya telah pernah
menguntungkan pada zamannya, sehingga tidak hendak menoleh ke zaman yang telah
berubah. Akhirnya dia tidak lagi bebas karena
mengikatkan diri pada yang diketahui saja.
Kebebasan ini harus dikembalikan ke aslinya, yaitu bebas dalam
garis-garis yang positif, terukur dan dengan penuh tanggung jawab, baik dalam
kehidupan pondok pesantren maupun di tengah masyarakat.
Jiwa yang meliputi suasana kehidupan pondok pesantren itulah yang
dibawa santri/wati sebagai bekal utama dalam kehidupannya di masyarakat. Jiwa
ini juga harus dipelihara dan dikembangkan dengan sebaik-baiknya.
Langganan:
Postingan (Atom)